Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa rendahnya pendapatan per kapita memang menjadi salah satu alasan rendahnya angka tax ratio.
Namun yang menjadi menarik, pendapatan per kapita Indonesia justru terus mengalami kenaikan namun rasio pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap stagnan.
"Artinya, peningkatan pendapatan per kapita kita belum mampu mendorong kinerja PPh 21. Ini temuan yang sangat menarik," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (13/5).
Fajry menjelaskan, rasio PPh 21 Indonesia terhadap PDB cenderung mengalami stagnan setiap tahunnya, bahkan sempat mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2015 ke 2016.
Baca Juga: Menko Airlangga Buka Suara Soal Penerapan Pajak Karbon hingga Tarif PPN 12%
Menurutnya, kondisi tersebut disebabkan oleh besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Fajry bilang, Indonesia mengalami kenaikan PTKP yang signifikan pada tahun 2016. Pada tahun 2015, PTKP Indonesia masih Rp 36 juta per tahun, sedangkan pada tahun 2016 naik menjadi Rp 54 juta per tahun.
Sementara itu berdasarkan data BPS, Fajry menyebut bahwa sebelum ada kenaikan PTKP masih terdapat empat hingga lima sektor yang gaji/upah-nya di atas PTKP. Namun pada tahun 2016 saat terjadi kenaikan PTKP, tidak ada satupun sektor yang memiliki gaji/upah di atas PTKP.
Oleh karena itu, dirinya menyimpulkan bahwa rasio pajak Indonesia yang masih stagnan meskipun pendapatan per kapita cenderung meningkat disebabkan oleh dua hal.
Pertama, kenaikan pendapatan yang belum signifikan untuk mengerek tax ratio terutama PPh 21. Kedua, dampak dari kenaikan PTKP pada tahun 2016 yang masih terasa pada kinerja PPh 21 Indonesia.
"Dua hal inilah yang menjadi jawaban dari kenaikan pendapatan per kapita tapi tak mampu mengerek tax ratio," jelasnya.
Di samping itu, ada faktor lainnya seperti besarnya sektor informal yang mendominasi tenaga kerja Indonesia serta adanya fenomena deindustrialisasi. "Kita terus mengalami deindustrialisasi. Padahal sektor ini yang memberikan upah layak dan mampu menyerap tenaga kerja dalam skala besar," kata Fajry.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Tax Ratio Capai 11,2%-12% Tahun Depan, Ekonom: Harus Hati-hati
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa rendahnya tax ratio akan membuat Indonesia sulit keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Hal ini dikarenakan penerimaan yang terbatas akan membuat kapasitas dalam mendanai pembangunan juga relatif terhambat.
"Ini salah satu yang membuat kenapa kita masih sulit keluar dari kondisi middle income," terang Riefky.
Kendati begitu, dirinya menilai rendahnya tax ratio Indonesia tidak akan membuat Indonesia terjerat dalam perangkat utang. Hal ini mengingat rasio utang Indonesia yang masih aman dan cenderung lebih baik dibandingkan banyak negara lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News