kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.895.000   -28.000   -1,46%
  • USD/IDR 16.335   18,00   0,11%
  • IDX 7.199   0,08   0,00%
  • KOMPAS100 1.049   -2,63   -0,25%
  • LQ45 817   -1,44   -0,18%
  • ISSI 227   0,62   0,27%
  • IDX30 427   -1,25   -0,29%
  • IDXHIDIV20 507   -0,94   -0,18%
  • IDX80 118   -0,28   -0,24%
  • IDXV30 120   -0,18   -0,15%
  • IDXQ30 139   -0,63   -0,45%

Tawar-menawar saham Freeport bakal alot


Kamis, 21 Januari 2016 / 07:05 WIB
Tawar-menawar saham Freeport bakal alot


Reporter: Andri Indradie, Herry Prasetyo, Silvana Maya Pratiwi , Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi

Kabar baru datang dari Freeport-McMoran Inc (FMI). Perusahaan tambang yang bercokol di Indonesia lewat PT Freeport Indonesia (PTFI) ini woro-woro, sudah menyerahkan dokumen penawaran saham ke pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (13/1), minggu lalu.

Kepada KONTAN, Eric Kinneberg, juru Bicara perusahaan berkode FCX di bursa saham New York itu bercerita, FMI telah setuju menawarkan 20,64% saham PTFI berdasarkan nilai wajar harga pasar. Penawaran saham PTFI alias divestasi ke Pemerintah sebesar 10,64%. “Pemerintah meminta PTFI memberikan valuasi perusahaan untuk bahan diskusi (penilaian) lebih lanjut dan FCX sudah menyerahkan laporan valuasi ke Pemerintah berkaitan dengan proses tersebut,” kata Eric, Kamis (14/1).

Catatan saja, porsi divestasi saham PTFI ke Pemerintah mengacu ke Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Aturan tersebut mewajibkan PTFI mendivestasikan sahamnya hingga mencapai 30%.

Mengacu aturan yang sama, PTFI wajib divestasi 20% saham dengan tenggat waktu 14 Oktober 2015 dengan perpanjangan selama 90 hari alias 14 Januari 2016. Sisanya, sebesar 10% wajib divestasi di tahun kelima alias 2019. Karena saat ini pemerintah sudah mengempit 9,36%, maka PTFI menawarkan saham 10,64%.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, membenarkan, FMI sudah mengirim surat penawaran saham. Mereka, kata Bambang, menawarkan 10,64% sahamnya sesuai dengan kewajiban PP 77/2014.

Di dalam surat penawaran tersebut, FMI menyampaikan, saham 100% PTFI seharga US$ 16,2 miliar atau sekitar Rp 225,18 triliun dengan hitungan kurs Rp 13.900 per dollar AS. Dengan demikian, nilai saham divestasi sebesar 10,64% kira-kira US$ 1,72 miliar atau Rp 23,91 triliun.

Setelah FMI menyampaikan penawaran saham, selanjutnya pemerintah akan mengevaluasi apa yang ditawarkan FMI. Dalam evaluasi tersebut, Kementerian ESDM akan melibatkan tim lintas kementerian, seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Keuangan.

Pemerintah punya waktu 60 hari (dua bulan) mengevaluasi penawaran FMI sesuai PP 77/2014. Tim penilai bentukan Kementerian ESDM berhak menunjuk penilai independen alias pihak ketiga. “Prinsipnya, kami tak mau prosesnya berlama-lama. Harus cepat,” tegas Bambang.


Beda persepsi harga
Nah, begitu sudah punya hasil evaluasi, tim evaluasi akan bertemu pihak FMI kembali. Jika proses evaluasi berlangsung dua bulan, artinya pertemuan mereka akan berlangsung paling lama 14 Maret 2016. Pada pertemuan ini nanti, Pemerintah dan FMI akan menyepakati harga. “Harga yang akan diputuskan atas persetujuan berbagai pihak,” tutur Bambang.

Begitu terjadi kesepakatan harga, proses selanjutnya adalah penyampaian ke Kementerian Keuangan (Kemkeu) selaku Bendara Negara. Menteri ESDM Sudirman Said bilang, Kemkeu merupakan pihak yang akan menentukan apakah saham akan dibeli atau diberikan ke pihak lain yang berminat, misalnya pemerintah daerah, lalu BUMN, atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bahkan ke pihak swasta. “Keputusan pembelian bukan oleh Kementerian ESDM,” ujar Sudirman.

Tentu saja, tawar menawar harga harga bakal berlangsung seru. Sebab, Kementerian ESDM dan FMI punya persepsi berbeda mengenai harga divestasi saham. Seperti kata Eric, FMI menawarkan harga divestasi mengacu pada harga pasar. Sedangkan Pemerintah, jika taat pada aturan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 27/ 2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham, akan mengacu ke biaya penggantian (replacement cost) atas investasi yang sudah dikeluarkan. Perihal acuan harga ini terdapat pada pasal 13 Permen ESDM 27/2013 itu.

Catatan saja, PTFI beroperasi sejak sekitar 1967. Permen tersebut berlaku 2013. Dihitung-hitung, sejak 1967 sampai tahun 2012, total investasi PTFI di Indonesia sekitar US$ 8,6 miliar. Itu artinya, jika merujuk Permen 27/2013, harga 20,64% saham PTFI sekitar US$ 1,78 miliar atau Rp 24,74 triliun.

Dengan demikian, harga saham sebesar 10,64% di kisaran US$ 0,92 miliar atau kira-kira Rp 12,79 triliun. Nilai harga yang mengacu Permen 27/2013 tentu lebih murah dibandingkan harga tawaran PTFI yang mencapai Rp 23,91 triliun. Pertanyaannya, apakah Pemerintah akan konsisten menggunakan hitungan Permen 27/2013 itu?

FMI sendiri beralasan, hitungan harga saham berdasarkan biaya penggantian atas investasi sulit dilakukan lantaran investasi PTFI berjalan terus. KONTAN pernah mencatat, jika pemerintah ingin mengacu biaya investasi, PTFI meminta dihitung pula rencana biaya investasinya hingga 2041, yaitu sekitar US$ 17,3 miliar atau
Rp 240,47 triliun.

Nilai itu terdiri dari investasi tambang bawah tanah hingga tahun 2041 US$ 15 miliar, plus US$ 2,3 miliar untuk membangun pabrik pemurnian tembaga atau smelter di Gresik, Jawa Timur. Selain itu, PTFI pernah meminta penetapan harga saham divestasi mengacu cadangan tambang yang dihitung sampai 2041.

Kardaya Warnika, Ketua Komisi VII DPR berpendapat, penting bagi Pemerintah melihat divestasi ini secara serius. Pertama, dalam seluruh proses harus mengikuti aturan-aturan hukum yang ada. Kedua, mengkaji kembali pembelian saham yang ditawarkan PTFI.

“Kalau divestasi bikin kita rugi, ngapain kita paksakan?” ujarnya. Demikian juga Fahmy Radhi, peneliti Universitas Gadjah Mada, yang bilang, bahwa pembelian divestasi bukan langkah tepat. “Butuh dana yang sangat besar,” cetus dia.    


Laporan Utama
Minggguan Kontan No. 17-XX, 2016

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×