kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tarif pajak hiburan naik, ini kata pebisnis DKI


Kamis, 03 Juli 2014 / 19:43 WIB
Tarif pajak hiburan naik, ini kata pebisnis DKI
ILUSTRASI. pertambangan b a t u b a r a PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Foto Dok ITMG


Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menaikkan tarif pajak hiburan. Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak hiburan. Raperda ini menjadi revisi dari Perda Nomor 13 tahun 2010.

Kenaikan tarif pajak hiburan tentu memiliki pengaruh terhadap industri hiburan di Jakarta. Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, salah satu pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar Jakarta berasal dari sektor hiburan, seperti hotel, cafe, panti pijat, hiburan malam dann lainnya.  “Kalau tarif naik, otomatis pendapatan daerah juga akan naik,” katanya kepad KONTAN, Kamis (3/7). Tahun ini DKI Jakarta menargetkan pendapatan mencapai Rp 100 triliun.

Menurut Sarman, bagi pengusaha kenaikan pajak tak terlalu menjadi soal karena pajak dibebankan pada konsumen. Efek penurunan pengunjung tempat hiburan akan terjadi sesaat saja kemudian akan naik kembali. Hal itu disebabkan karena Jakarta merupakan pusat hiburan, ditambah kemacetan dan beban kerja yang dihadapi warga membuat mereka tak segan mengeluarkan kocek lebih untuk mendapat hiburan.

Pengusaha hanya berharap konsistensi pemerintah untuk menjaga stabilitas di Jakarta. Pemda menerima pajak dari sektor hiburan sehingga pelayanan juga perlu ditingkatkan. “Jangan ada razia dari kelompok masyarakat yang tak jelas, harus ada jaminan keamanan dan kenyamanan untuk konsumen,” jelas Sarman.

Ketua Apindo DKI Jakarta Suprayitno mengungkapkan, Perda  pajak hiburan itu nantinya harus disosialisasikan dan lebih spesifik. “Kalau untuk wisata bisa dipisahkan, misalnya wisata teknologi, bahari atau lainnya,” katanya. Jangan semua hiburan terutama untuk wisata yang berbasis ilmu pengetahuan dikenakan pajak tinggi. 

Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pajak hiburan sudah lebih dari sepuluh tahun tidak mengalami perubahan, sehingga perlu dilakukan penyesuaian tarif mengingat potensinya yang tak sedikit. Perubahan tarif berlaku pada pajak untuk hiburan diskotik, karaoke, klub malam, pub, bar, live music, musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya, serta pajak untuk mandi uap, spa, yang semula 20% menjadi 35%.

Selain itu, tarif pajak pertunjukan film bioskop naik dari 10% menjadi 15%. Kenaikan pajak jenis hiburan ini dilakukan dengan pertimbangan tax capacity yang masih cukup tinggi. Apalagi jumlah penonton semakin meningkat begitu pun jumlah film yang diputar di bioskop. Sedangkan tarif pajak untuk penyelenggaraan hiburan insindental sebesar 15%, hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksaanaan pemungutan pajak hiburan.

Raperda ini sudah disetujui semua anggota DPRD dari delapan fraksi yang hadir saat rapat paripurna pada Selasa (24/6). Mereka mendukung dinaikkanya besaran pajak asal pemungutannya diawasi. Pemungutan pajak dari tempat hiburan malam diharapkan tak digunakan untuk pengembangan SDM atau kegiatan yang bersifat keagamaan. Raperda ini rencananya selesai pada bulan Juli dan pengusaha akan dimintai tarif baru pada September mendatang.
--

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×