kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.211   -78,00   -0,48%
  • IDX 7.076   -6,88   -0,10%
  • KOMPAS100 1.049   -1,52   -0,14%
  • LQ45 822   1,51   0,18%
  • ISSI 211   -1,32   -0,62%
  • IDX30 422   2,22   0,53%
  • IDXHIDIV20 504   3,37   0,67%
  • IDX80 120   -0,10   -0,09%
  • IDXV30 124   -1,25   -1,00%
  • IDXQ30 140   0,82   0,59%

Target Penerimaan Meleset, Pemerintah Putar Otak Cari Cara Tambal Defisit APBN 2025


Jumat, 03 Januari 2025 / 14:59 WIB
Target Penerimaan Meleset, Pemerintah Putar Otak Cari Cara Tambal Defisit APBN 2025
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan arahan saat pembukaan perdagangan saham awal tahun 2025 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Kemenkeu catat target penerimaan negara pada 2024 yang diharapkan menjadi tulang punggung pembiayaan dipastikan meleset.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langit fiskal Indonesia pada 2025 tampak gelap. Target penerimaan negara pada 2024 yang diharapkan menjadi tulang punggung pembiayaan dipastikan meleset.

Bukan sekadar angka yang tak terpenuhi, melainkan sebuah sinyal peringatan akan tekanan ekonomi yang semakin nyata. 

Belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa target penerimaan negara pada 2024 dipastikan tidak akan mencapai target.

Baca Juga: Rasio Utang Indonesia Meningkat, Setoran PNBP Perlu Digenjot

Kendati begitu, Sri Mulyani mengatakan bahwa kinerja penerimaan negara pada semester II-2024 mulai pulih dan pada akhir tahun masih tumbuh meski tidak tinggi.

"Tumbuh dari tahun lalu meskipun tidak tercapai target karena 2024 waktu itu dibuat cukup tinggi," ujar Sri Mulyani dalam acara Peresmian Pembukaan Perdagangan BEI Tahun 2024, Kamis (2/1).

Tidak sampai di situ, pada tahun 2025 ini pemerintah juga kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp 75 triliun setelah menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang dan jasa umum.

Kebijakan menunda kenaikan tarif PPN ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat yang masih lemah. Namun, langkah ini menyisakan pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dalam menutup lubang anggaran.

Baca Juga: Defisit APBN Melebar, Per November 2024 Capai Rp 401,8 Triliun

Untuk menutup lubang tersebut, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan bahwa Otoritas Pajak akan mengoptimalkan sumber penerimaan lain melalui strategi ekstensifikasi dan intensifikasi.

Karena otomatis ada sesuatu yang hilang yang kita tidak dapatkan, ya kita optimalisasi di sisi yang lain. Di antaranya ekstensifikasi dan intensifikasi," ujar Suryo dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (2/1).

Suryo mengatakan bahwa ekstensifikasi akan menjadi fokus utama pada tahun 2025 untuk menggali potensi penerimaan pajak. "Ekstensifikasi bagi saya merupakan sesuatu yang harus saya jalankan di tahun 2025," katanya.

Sebagai informasi, pemerintah menargetkan penerimaan negara untuk tahun 2025 mencapai Rp 3.005,13 triliun. Angka ini merupakan rekor baru, lantaran untuk pertama kalinya penerimaan negara tembus Rp 3.000 triliun.

Baca Juga: Waspada, Defisit APBN 2024 Berpotensi Melebar

Pemerintah pun tengah berpacu dengan waktu untuk mencari solusi atas ancaman defisit APBN 2025. Di tengah kekurangan penerimaan negara tahun 2024, opsi berutang menjadi langkah tak terelakkan.

Menurut Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, defisit kas negara hampir pasti akan ditutupi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). 

"Kalau kas negara minus, pasti akan diterbitkan utang berupa SBN. Jumlah SBN yang diterbitkan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya bulan Desember 2024 kurang Rp 50 triliun, maka diterbitkan sebesar itu," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).

Namun, tidak semua harapan tertumpu pada utang. Raden menilai, pemerintah juga bisa mengandalkan potensi penerimaan berkat penerapan Coretax. Sistem pajak terbaru ini diperkirakan mampu meningkatkan penerimaan pajak sekitar 2% atau setara Rp 48 triliun dari potensi total penerimaan pajak.

Baca Juga: Defisit APBN Makin Melebar, Ekonom Ungkap Penyebanya

"Potensi kenaikan penerimaan pajak karena penerapan Coretax bisa mencapai Rp 48 triliun," katanya.

Selain itu, implementasi pajak karbon dan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) juga bisa menjadi opsi. 

Berdasarkan Jurnal Pajak Indonesia Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN, pajak karbon memiliki potensi penerimaan hingga Rp 23 triliun. Namun, regulasi teknis terkait pajak karbon memang belum sepenuhnya siap.

"Memang di Coretax sudah ada SPT Pajak Karbon dan sudah ada petunjuk pelaporannya, tapi aturan materilnya yang mengatur teknis penghitungan belum ada," imbuh Raden.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa pemerintah memiliki pijakan hukum yang jelas dalam menutup defisit APBN sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Keuangan.

Baca Juga: Tax Ratio Rendah Membayangi Target Penerimaan Pajak di 2025

Prianto mengatakan, UU ini memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menetapkan sumber pembiayaan guna menutup defisit yang telah diproyeksikan dalam APBN.

"Penjelasan Pasal 12 ayat (3) UU KN menyebutkan bahwa batas maksimal defisit anggaran di APBN adalah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut dapat ditutupi melalui pinjaman yang jumlahnya dibatasi maksimal 60% dari PDB," kata Prianto. 

Selanjutnya: Investor Asing Kian Sepi Masuk Ke Industri Perbankan Indonesia

Menarik Dibaca: Katalog Promo JSM Alfamidi Terbaru Periode 2-5 Januari 2025, Cek di Sini!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×