Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menimbulkan kekhawatiran pekerja di industri tekstil.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Roy Jinto, menilai kebijakan ini hanya akan semakin mempersulit kehidupan buruh di tengah lesunya industri tekstil.
"Tapera hanya menjadi akal-akalan pemerintah untuk mengumpulkan dana dari buruh," jelas Roy di Kontan.co.id, Kamis (30/5).
Roy mengingatkan bahwa saat ini buruh dihadapkan pada kondisi yang sangat sulit, termasuk minimnya kenaikan upah akibat UU Cipta Kerja yang juga kontroversial.
Baca Juga: Soal Tapera, Mahfud MD: Kalau Tak Ada Jaminan Dapat Rumah, Tidak Masuk Akal
Dia mengungkapkan bahwa beberapa buruh tekstil hanya mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp 13.000 per bulan sebagai dampak dari aturan tersebut.
Sementara itu, dia menyoroti beban pekerja yang semakin bertambah dengan banyaknya potongan gaji dari program-program seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, hingga potongan pajak penghasilan (PPh) 21. Ditambah lagi dengan kenaikan biaya hidup seperti harga pangan yang terus melambung.
"Sekarang pemerintah malah menambah potongan Tapera ditengah kesulitan ekonomi yang buruh hadapi ini," jelas Roy.
Untuk itu, Roy meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut aturan yang dianggapnya tidak adil ini. Bahkan, ia mengancam akan melakukan aksi besar-besaran jika suara buruh tidak diakomodir.
Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menilai bahwa aturan yang diteken oleh Kepala Negara pada 20 Mei 2024 ini perlu dikritisi.
Baca Juga: Tapera Terlanjur Menjadi Polemik, Begini Harapan Broker Real Estate
Ia melihat bahwa para pekerja swasta yang diwajibkan membayar iuran Tapera, tidak mendapatkan manfaat yang sama seperti pekerja yang memiliki upah di atas kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Selain itu, menurutnya, dana yang ditaruh di Tapera tidak memiliki kepastian imbal hasilnya, yang ditentukan secara subjektif oleh BP Tapera. Hal ini berbeda dengan dana jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan, yang imbal hasilnya minimal sama dengan rata-rata deposito pemerintah.
Menyoal polemik iuran Tapera, sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan kebijakan pemotongan gaji pekerja swasta sebesar 2,5% untuk program ini. Ia berpendapat bahwa manfaat Tapera akan dirasakan ketika program tersebut sudah berjalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News