Reporter: Agus Triyono | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah akan memanfaatkan lahan negara untuk membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan PNS dan Program Sejuta Rumah. Langkah tersebut dilakukan untuk mengatasi permasalahan penyediaan lahan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat kelompok tersebut yang saat ini masih sulit.
Bastari Pandji Indra, Asisten Deputi Menko Perekonomian Bidang Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur mengatakan, pemanfaatan lahan negara tersebut akan mulai dilakukan tahun ini.
Ada sepuluh lokasi yang disiapkan, antara lain; Medan, Jakarta, Surabaya yang tanah negaranya akan dimanfaatkan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat kurang mampu.
"Tanah negara itu konsepnya memanfaatkan tanah sisa tol, di pinggir tol yang trase-nya tol berubah, tidak dimanfaatkan," ujarnya kepada Kontan, Senin (15/5).
Bastari mengatakan, pemanfaatan tanah tersebut saat ini masih terus digodok. Salah satu yang digodok adalah bentuk kepemilikan dan model cicilannya. "Kalau bentuk kepemilikan nantinya hak guna bangunan," katanya.
Seperti diketahui, pelaksanaan Program Sejuta Rumah dan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sampai pertengahan masa pemerintahan Presiden Jokowi masih terseok- seok dan belum berhasil mencapai target satu juta rumah per tahun.
Berdasar data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2015 baru terealisasi 699.770 unit dan tahun 2016 sebanyak 805.169 unit.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Rido Matari Ichwan mengatakan, setidaknya ada tujuh masalah yang sampai saat ini mengganjal program tersebut dan sampai saat ini belum terselesaikan.
Masalah pertama, berkaitan dengan lahan. Sampai saat ini belum ada satu jengkal lahan yang dialokasikan khusus untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah berbentuk bank tanah dalam bentuk rencana tata ruang.
Kedua, mahalnya harga tanah untuk pembangunan perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan.
Ketiga, pembebasan dan sertifikasi tanah yang masih sulit. Keempat, penyediaan fasilitas umum, seperti jalan, listrik, angkutan umum, air bersih, dan drainase kawasan yang belum terintegrasi baik dengan sistem infrastruktur kota/kabupaten. "Kelima, persoalan kemudahan perizinan," katanya.
Masalah keenam, masih rendahnya daya beli calon konsumen. Serta ketujuh, proses akulturasi yang berjalan lambat terutama pada lingkungan rusun dan pengelolaan rusun oleh penghuni dan pengembang yang seringkali masih diperlukan mediasi.?
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, berkaitan dengan harga tanah yang tidak terkendali, menyarankan pemerintah untuk segera memberlakukan zonasi khusus untuk perumahan subsidi agar harganya dapat terkendali dan biaya pembangunan bagi pengembang ditekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News