kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak ingin wajib pajak dipenjara, Ditjen Pajak revisi aturan hukum perpajakan


Jumat, 26 November 2021 / 15:19 WIB
Tak ingin wajib pajak dipenjara, Ditjen Pajak revisi aturan hukum perpajakan
ILUSTRASI. Tak ingin wajib pajak dipenjara, Ditjen Pajak revisi aturan hukum perpajakan


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merevisi aturan hukum perpajakan yakni dengan merelaksasi sanksi administrasi.

Kasubdit Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan tujuannya agar wajib pajak (WP) dapat mengembalikan kerugian negara daripada harus menelan konsekuensi atas tindakanya hingga berujung dipenjara.

“Jadi kalau sampai gijzeling itu upaya terakhir sebelumnya pasti sudah diperingati. Dan pada dasarnya kami tidak ingin wajib pajak dipenjara,” kata Dwi saat Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11).

Oleh karenanya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah mengutamakan asas ultimum remedium yang terdiri dari tahap penyidikan hingga persidangan.

Baca Juga: Viral tagihan pajak Rp 35 juta kepada penjual online, ini aturan pajak penghasilan

Harapannya, dapat memulihkan kerugian pada pendapatan negara dari para wajib pajak bermasalah itu melalui pembayaran denda baik secara sukarela maupun sita aset.

Sementara itu, dalam UU HPP pemerintah merevisi empat jenis sanksi pemeriksaan.

Pertama, sanksi atas Pajak Penghasilan (PPh) kurang dibayar diformulasikan menjadi sanksi bunga per bulan yang mengacu suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% (maksimal 24 bulan). Sebelumnya besaran sanksi yang berlaku sebesar 50%.

Baca Juga: Ditjen Pajak tebar surat tagihan pajak ke para pelapak e-commerce

Kedua, PPh kurang dipotong yang semula sebesar 100% menjadi mengacu pada suku bunga acuan ditambah uplift factor 20% (maksimal 24 bulan).

Ketiga, sanksi berupa denda atas PPh dipotong tetapi tidak disetor turun dari 100% menjadi 75%.

Keempat, atas pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kurang bayar dibandrol denda 75%, lebih rendah dari aturan sebelumnya yang mencapai 100%.

Baca Juga: Tax amnesty jilid II akan digelar pada awal 2022, ini seruan Ditjen Pajak

Kemudian, sanksi setelah upaya hukum atas keberatan menjadi 30%, sebelumnya 50%. Lalu, sanksi atas banding ditetapkan sebesar 60%, turun dari semula 100%.

Terakhir, sanksi atas peninjauan kembali ditetapkan sebesar 60% dalam UU HPP. Sebelumnya, besaran sanksi tersebut tidak diatur.

“Sanksi setelah upaya hukum turun juga karena sudah terlalu tinggi. Keputusan pengadilan, kalau berpihak pada DJP yang tadinya keberatan turun jadi 30% dari 50%,” kata Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×