kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Tak hanya buruh, pengusaha juga ogah jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan


Kamis, 05 September 2019 / 06:10 WIB
Tak hanya buruh, pengusaha juga ogah jika iuran BPJS Kesehatan dinaikkan


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah defisit BPJS Kesehatan yang terus membelit sudah pasti membuat banyak pihak pusing tujuh keliling. Untuk mengatasi defisit, diperlukan upaya-upaya yang tidak mudah. 

Teranyar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan untuk menaikkan besaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Angkakenaikan yang diusulkan pun cukup besar. Untuk peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri kelas I, kenaikannya mencapai dua kali lipat, dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.

Untuk peserta mandiri kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, sementara untuk peserta kelas III tetap di Rp 25.500, meski sebelumnya sempat diusulkan jadi Rp 42.000 per peserta per bulan.

Baca Juga: Iuran BPJS naik 100%, Moeldoko: Sehat itu mahal

Tak hanya itu, untuk peserta penerima upah baik badan usaha maupun pemerintah juga bakal mengalami kenaikan besaran iuran. Pasalnya, ambang batas upah pun dinaikkan dari Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta. Sehingga, besaran iuran bagi peserta penerima upah menjadi 5% dengan upah maksimal Rp 12 juta.

Artinya, jika sebelumnya peserta dengan gaji Rp 10 juta iuran BPJS-nya hanya sebesar Rp 400.000 sebulan, dengan perhitungan 5% dari gaji dengan batas atas upah Rp 8 juta, maka pembagiannya adalah pemberi kerja harus membayar Rp 320.000 sementara peserta yang bersangkutan Rp 80.000.

Sementara, dengan skema baru, karena batas atas dinaikkan, maka dia harus merogoh kocek lebih dalam dengan membayar Rp 500.000 setiap bulannya. Pemberi kerja harus menyetor Rp 400.000 setiap bulan, dan iuran yang dibebankan ke pekerja Rp 100.000.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, buruh siap turun ke jalan

Penolakan Buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, para buruh akan menggelar aksi demo besar-besaran untuk menentang rencana pemerintah tersebut.

"Pasti ada aksi, kalau pemerintah bersikeras menaikan iuran pasti akan ada perlawanan, pertama melalui gerakan, hukum dan politik," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Selasa (3/9). "Dalam bentuk gerakan KSPI sedang mengajak serikat buruh tanggal 2 Oktober, satu hari setelah pelantikan DPR kami akan aksi besar besaran 150.000 orang di 10 kota industri di 10 provinsi," sambung dia.

Baca Juga: BPJS Kesehatan terus menjadi sorotan, pembentukan Pansus JKN di DPR diusulkan

Said memastikan protes buruh tidak hanya akan berhenti hanya dengan demonstrasi. Sebab kenaikan iuran BPJS Kesehatan jelas akan memberatkan masyarakat, tidak hanya buruh. KSPI meminta pemerintah memikirkan daya beli dan pendapatan masyarakat. Sebab dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka uang masyarakat akan dipotong lebih banyak.

"Misal untuk kelas III naiknya jadi Rp 42.000 kan. Kalau peserta mandiri satu istri, satu suami dan 3 anak, berarti Rp 42.000 kali 5 orang sudah Rp 210.000," kata dia. "Bagi orang Jakarta yang upah minimum non buruh Rp 3,9 juta mungkin enggak terasa naik jadi Rp 210.000 keluar. Tapi gimana pekerja di daerah lain dengan UMP yang lebih kecil?" sambungnya.

Said yakin aksi buruh akan mendapatkan dukungan dari kelompak masyarakat lainnya sebab dampak iuran BPJS Kesehatan akan dirasakan oleh pekerja lainnya.

Ditolak Pengusaha

Pengusaha tekstil menyatakan keberatan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Adapun perubahan terhadap iuran Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha diusulkan oleh Kementerian Keuangan menjadi 5 persen terhadap upah bulanan dengan nilai maksimum upah Rp 12 juta, dari yang sebelumnya Rp 8 juta.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, besaran persentase tersebut tidak bisa menjadi tolak ukur keadilan pungutan iuran BPJS Kesehatan.

Sebab, setiap daerah memiliki tingkat upah minimum yang beragam. "BPJS Kesehatan seharusnya bukan hanya main pungut dengan persentase tertentu, tapi juga harus berasaskan keadilan, karena kalau berdasarkan persentase, dasarnya UMKM ( Upah Minimum Kota/Kabupaten) di Jawa Tengah akan lebih kecil iurannya jika dibandingkan dengan kawasan Karawang, Garut dan lainnya," ujar dia ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (3/9).

Baca Juga: DPR Beri Lampu HIjau, Tarif BPJS Kesehatan Tahun Depan Naik 100%

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai kenaikan batas maksimum pendapatan tersebut tidak efektif dalam menekan defisit BPJS Kesehatan.

Sebab, industri tekstil, meski data-data perindustrian menunjukkan pertumbuhan, pada praktiknya banyak juga perusahaan-perusahaan yang gulung tikar di lapangan.

"Karena ekspor naik, nilai ekspor garmennya naik. Ada investasi, salah satunya Asia Pacific Rayon, tapi itu juga investasi dari 3 tahun yang lalu. Sementara di sektor tenun, rajut, dan garmen juga banyak yang stop, kemarin di Sukabumi ada laporan di stop, 40.000 peerja, kemudian di Bogor ada lagi, Subang ada lagi. Kalau (batas atas) dinaikin siapa yang mau bayar?" ujar dia.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan diusulkan naik, beban industri tekstil bakal makin berat

Sementara, pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih enggan mengomentari hal ini Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengatakan, hingga saat ini pihak internal Kadin masih melakukan pembahasan mengenai usulan kenaikan iuran ini.

Shinta mengatakan, pengusaha menyadari kebutuhan BPJS Kesehatan untuk meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan besaran iuran. Namun seharusnya, besaran peningkatan iuran tidak merugikan bagi pengusaha.

"Saya nggak mau ini dulu karena lagi diselesaikan dengan BPJS. Tapi kami menyadari BPJS membutuhkan tambahan lebih banyak revenue, tapi kan nggak bisa rugikan pengusaha juga. Kami coba bicara lah," ujar Shinta di Jakarta, Senin (2/9/2019).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Buruh Hingga Pegusaha Ramai-ramai Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Bambang Priyo Jatmiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×