Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah mematok penerimaan perpajakan di tahun depan sebesar sebesar Rp 1.609,3 triliun. Angka tersebut lebih tinggi 9,2% dari target tahun ini dengan kenaikan penerimaan pajak mencapai Rp136,6 triliun dibanding target APBNP 2017 yang sebesar Rp 1.472,7 triliun .
Target tersebut berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2018 yang akan dibacakan pemerintah di DPR, siang ini, Rabu (16/8).
“Pendapatan negara pada tahun 2018 diperkirakan akan mencapai Rp 1.878.447,3 miliar. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan mencapai sebesar Rp 1.609.383,3 miliar, PNBP sebesar Rp 267.867,1 miliar, dan hibah sebesar Rp 1.196,9 milar,” bunyi Nota Keuangan RAPBN 2018 yang dikutip, Rabu (16/8).
Dalam draf tersebut, pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan melalui berbagai terobosan kebijakan, antara lain pelaksanaan AEoI untuk meningkatkan basis paak dan mencegah praktik penghindaran pajak, pemanfaatan data dan implementasi sistem informasi perpajakan yang up to date dan terintegrasi, serta pemberian insentif perpajakan untuk meningkatkan gairah investasi dan usaha.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dari angka tersebut apabila perbandingannya target ke target, terbilang masih moderat. Namun, bila target ke realisasi, perbandingannya akan jauh.
“Tetapi kalau target ke realisasi, hati-hati. Akan jadi tinggi,” katanya kepada KONTAN, Rabu (16/8).
Yustinus memberikan gambaran pertumbuhan penerimaan pajak dari tahun ke tahun. Dalam skema yang ia berikan, pada tahun 2016 pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 3,5%. Angka ini diperkirakan naik menjadi 6,5% pada full year tahun ini. Bila dibandingkan dengan RAPBN 2018, kenaikannya adalah sebesar 21,0%.
Yustinus melihat, dari sisi AEoI sendiri akan bisa langsung tercermin hasilnya di penerimaan tahun depan. Namun demikian, yang bisa efektif hanya skema untuk domestik.
“Saya kira untuk skema domestik sudah bisa dan harusnya cukup efektif. Karena ada skema by request, bisa anytime,” ucapnya.
Sementara ekonom INDEF Bhima Yudhistira melihat, berkaitan dengan target penerimaan pajak, sebaiknya pemerintah sedikit berhati-hati karena tahun 2018 tidak ada penerimaan ekstra seperti tax amnesty. Sementara, jika pemerintah hanya mengandalkan keterbukaan informasi untuk perpajakan atau AEoI pada tahun depan, hal itu dirasa masih cukup sulit karena prosesnya memakan waktu yang lama.
“Mulai dari penyidikan hingga penarikan potensi pajak melalui AEOI setidaknya butuh waktu 3-5 tahun. Jika target pajak dinaikkan terlalu tinggi, ancaman terjadinya shortfall cukup besar. Oleh karena itu dalam menyusun target penerimaan pajak, Pemerintah diharapkan lebih hati-hati agar desain anggaran tetap kredibel,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News