Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai penyelesaian tagihan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke obligor yang hingga kini belum tuntas membawa banyak kerugian.
Makanya di sisa waktu kerja Satgas BLBI yang tinggal hitungan bulan maka kerja cepat termasuk untuk menyita aset harus segera dilakukan.
Hingga kini kewajiban obligor yang berhasil ditagih oleh Satgas BLBI hanya sekitar Rp 30,65 triliun hingga akhir Mei lalu. Realisasi tersebut setara dengan sekitar 27,75% dari target Rp 110,45 triliun.
Peneliti ekonomi Indef Nailul Huda menyebutkan ada sekitar Rp 81,6 triliun yang belum tertagih. Karena berlarut-larut tidak tertagih maka ada kehilangan potensi penerimaan. Ia menyebutkan jika uang tagihan Rp 81,6 triliun itu dimasukkan dalam kegiatan ekonomi yang produktif maka berpotensi menghasilkan uang sekitar Rp 125 triliun.
Ia juga menyebutkan pendapatan masyarakat juga hilang sekitar Rp 124 triliun dan penerimaan pajak tidak langsung hilang sekitar Rp 340 miliar serta tenaga kerja tidak terserap 1,37 juta jiwa.
Huda juga menyoroti tunggakan Bank Tamara yang belum disetorkan secara dampak ekonominya hilang sebesar Rp 594,9 miliar. "Lalu untuk potensi pendapatan masyarakat Rp 531 miliar, penerimaan pajak tidak langsung Rp 1,4 miliar dan tenaga kerja tidak terserap sekitar 5.820 jiwa,” kata Huda dalam acara diskusi BLBI, Sabtu (1/7).
Baca Juga: Tak Kunjung Laku, Aset Tommy Soeharto yang Disita Satgas BLBI Bakal Diobral
Dalam acara yang sama, Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad yang menilai Satgas BLBI bertindak standar ganda dalam menangani obligor nakal. Politikus Partai Gerindra ini, misalnya, menyoroti kinerja Satgas terhadap pemilik Bank Tamara yakni Lidia Muchtar dan Atang Latief yang penerima bantuan likuidasi BI sekitar 25 tahun lalu. Namun, hingga kini kedua orang tersebut belum memenuhi kewajibannya kepada negara.
“Misalnya tindakan ke pemilik Bank Tamara yakni Lidia Muchtar dan Atang Latief tindakan Satgas tidak terukur, padahal mereka terima BLBI,” ujar Kamrussamad.
Kamrussamad mendorong Satgas BLBI di sisa waktu masa kerjanya untuk segera bergerak cepat melakukan tindakan tegas di antaranya menyita aset-aset para obligor yang memenuhi kewajibannya kepada negara. Tindakan tegas lainnya, menurut Kamrussamad, kepada para obligor nakal itu dengan menghentikan pelayanan negara kepada 3 turunan dari penerima langsung BLBI.
“Lihat dari tiga turunan mulai dari anak, cucu hingga cicit dari penerima BLBI, lihat dokumennya. Mereka kan punya NPWP, NIK dan dokumen lain. Ini bisa diumumkan ke publik agar mereka punya good will untuk membayar kewajibannya,” ujar Kamrussamad.
Pendiri Lokataru dan praktisi hukum Haris Azhar menyebutkan para obligor ini adalah orang-orang pintar dan dekat dengan kekuasaan, sehingga banyak asetnya sudah berganti nama.
“Satgas BLBI ini harus memiliki ‘koki’ yang bisa mencium aset-aset obligor yang sudah beralih itu. Kalau tidak, negara akan selalu kalah dengan obligor,” kata Haris.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan Satuan Tugas (Satgas) BLBI optimistis bisa mengantongi aset obligor dan debitur BLBI mencapai 50% dari total yang harus ditagih sebesar Rp 110,45 triliun sampai di akhir tahun ini.
"Jadi Alhamdulilah sekarang kami sudah berhasil menarik 30% dan akhir tahun nanti sudah mencapai 50% ditambah tindakan signifikan lainnya," ujar Mahfud MD dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (6/6).
Mahfud bilang, pengemplang dana BLBI tersebut tidak akan bisa lari dari kewajibannya lantaran Satgas BLBI memiliki bukti catatan yang lengkap dan tidak akan dilepas sebelum pengemplang dana BLBI tersebut menyelesaikan kewajibannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News