Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah akan mengubah syarat batasan penghasilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin mengajukan kredit perumahan rakyat dengan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Perubahan syarat tersebut akan tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR No. 20 Tahun 2014 tentang FLPP dalam Rangka Perolehan Rumah melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan, kemudahan syarat tersebut akan dilakukan dengan mengubah definisi masyarakat berpenghasilan rendah yang bisa mengajukan kredit pemilikan rumah dengan FLPP akan diubah.
Dengan revisi tersebut, nilai batas gaji pokok sebesar Rp 4 juta bagi yang ingin mengajukan KPR FLPP untuk rumah tapak, dan Rp 7 juta untuk kredit rumah susun tidak akan diberlakukan secara nasional lagi.
Namun, pemerintah akan membagi kategori masyarakat berpenghasilan rendah yang bisa memanfaatkan FLPP untuk KPR dengan menggunakan indeks kemahalan. “Ini dilakukan karena misal di Papua, ada masyarakat yang berpenghasilan Rp 8 juta padahal dia masuk ke kategori masyarakat yang berhak, tapi tidak bisa mendapatkan FLPP,” katanya kepada KONTAN pekan ini.
Dirjen pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Lana W mengatakan, perubahan tersebut dilakukan karena harga rumah antar satu wilayah dengan wilayah lain di Indonesia berbeda. Jika tetap diberlakukan dengan aturan sekarang, dia khawatir anggaran FLPP sebesar Rp 9,7 triliun yang digelontorkan untuk mendukung kepemilikan 120.000 unit rumah bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah tidak tersalur secara tepat sasaran.
"Jadi nanti MBR ada regionalisasinya, bukan lagi 4 juta merata untuk seluruh Indonesia. Jadi per region disesuaikan, karena harga rumah juga beda setiap wilayah," ujar Lana
Lana mengatakan, pihaknya saat ini tengah mematangkan rencana revisi tersebut. Pihaknya sedang membuat kajian mengenai pembagian dan kategorisasi masyarakat berpenghasilan rendah di sembilan regional.
Selain itu, pihaknya juga tengah membuat kajian mengenai indeks kemahalan konstruksi di setiap wilayah. "Masih dalam kajian untuk kita sesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi per wilayah. Di Papua misalnya, meskipun pendapatan disana cukup tinggi namun harga rumah juga cukup mahal," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News