Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menggelar pengampunan pajak atau tax amnesty tahun depan. Tujuannya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk melunasi kewajiban perpajakannya yang belum dilaporkan. Cara ini diyakini bisa menjadi bagian dari sumber penerimaan pajak tahun depan.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sekaligus Anggota Komisi XI DPR RI Said Abdullah mendukung pengampunan pajak lewat program sunset policy. Said menilai, cara tersebut lebih baik dibandingkan pemerintah menggelar tax amnesty seperti tahun 2016 lalu.
“Kalau toh dilakukan hanya sunset policy barangkali kami akan setuju karena akan berbeda (dengan tax amnesty),” kata Said saat ditemui Kontan.co.id di Kompleks DPR/MPR RI, Kamis (20/5).
Menurut Anggota Fraksi PDPI tersebut, tarif yang pas untuk sunset policy sebesar 15% hingga 17,5% dari penghasilan wajib pajak yang belum dilaporkan. Said optimistis sunset policy bisa sukses dilaksanakan tahun depan.
Baca Juga: Empat poin penting rencana kebijakan tax amnesty II
Hal tersebut mengingat, pada 2008 lalu pemerintah sudah pernah menggelar sunset policy. Dengan payung hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2008 pemerintah berhasil menjalankan sunset policy yakni program pengampunan pajak atas denda administrasi berupa bunga hingga 200%. Selain itu, wajib pajak yang ikut serta tidak diberikan Surat Tagihan Pajak.
Catatan Kontan.co.id, sunset policy telah menyumbang 15,2% atau sekitar Rp 555 miliar terhadap surplus penerimaan pajak pada tahun 2008 lalu yang mencapai Rp 36,57 triliun. Adapun realisasi penerimaan pajak kala itu sebesar Rp 571,1 triliun dengan target Rp 534,53 triliun.
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 pemerintah berencana memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang belum patuh untuk program pengungkapan aset sukarela (PAS) dengan tarif pajak penghasilan (PPh) final.
Setali tiga uang, beleid tersebut juga mengisyaratkan melalui program PAS wajib pajak membayar PPh terutang dan mendapatkan keringanan sanksi administrasi.
“Dan oleh karena itu, kita akan lebih berfokus ke bagaimana meningkatkan compliance tanpa menciptakan perasaan ketidakadilan yang akan terus kita jaga, baik dalam kerangka tax amnesty atau dari sisi compliance facility yang kita berikan, sehingga masyarakat punya pilihan agar mereka lebih comply,” ujar Sri Mulyani, pekan lalu.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan PAS Final dan sunset policy tak jauh berbeda, program tersebut hanya bersifat sementara dan memunculkan klausul peraturan dengan batas pemberlakuan. Ibarat matahari terbenam, prosesnya tidak lama dan hanya beberapa menit.
“Paling tidak, ada dua program utama dari rencana kebijakan pajak yang bertujuan untuk mengatasi shortfall pajak akibat pandemi Covid-19 tersebut,” kata Prianto.
Baca Juga: Sri Mulyani sebut tax amnesty jilid II berbeda dengan tahun 2016 lalu