Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pengamat ekonomi dan politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi mengatakan pungutan dana untuk ketahanan energi pada penurunan harga BBM bisa dianggap sebagai kejahatan.
“Negara tidak boleh memungut keringat rakyat untuk dana ketahanan energi. Ini adalah kejahatan negara yang semakin menyengsarakan rakyat,” ujar Pangi kepada Wartawan di Jakarta, Selasa (29/12).
Menurutnya, dengan kondisi harga minyak dunia sekarang, jika dikalkulasikan dengan benar maka harga BBM untuk konsumsi masyarakat bisa lebih rendah dari harga yang ditetapkan pemerintah.
Dari selisih margin minyak dunia yang dijual ke masyarakat, pemerintah mengalami keuntungan yang besar, masyarakat terlalu dibebani dengan pungutan untuk dana ketahanan energi, terlebih regulasi hukumnya belum ada dan terkesan dipaksakan.
“Seharusnya tidak segitu harga BBM yang dijual ke rakyat, pemerintah sudah untung besar lalu ditambah lagi memungut dana dari rakyat untuk ketahanan energi,” tambah Pangi.
Lebih lanjut Pangi mengatakan, dalam hal ini bukan lagi persoalan melanggar etika atau tidak, namun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sudah melanggar UUD 1945 dan konstitusi karena terjadi kejahatan dan kezaliman yang terstruktur oleh elite negara.
Sebelumnya sebagaimana diketahui publik bahwa Menteri ESDM, Sudirman Said telah mengumumkan adanya pungutan dana untuk ketahanan energi pada penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar.
Harga awal Premium Rp 7.300 turun menjadi Rp 6.950 per liter, namun karena ada pungutan dana ketahanan energi Rp 200 per liter, maka harga Premium menjadi Rp 7.150 per liter.
Sedangkan untuk harga solar dari Rp 6.700 menjadi Rp 5.650 per liter, dari angka tersebut sudah termasuk subsidi Rp 1.000 per liter, kemudian ditambah dana ketahanan energi Rp 300 per liter sehingga menjadi Rp 5.950 per liter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News