kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.917.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.295   -56,00   -0,34%
  • IDX 7.312   24,89   0,34%
  • KOMPAS100 1.036   -2,36   -0,23%
  • LQ45 785   -2,50   -0,32%
  • ISSI 243   1,24   0,51%
  • IDX30 407   -0,78   -0,19%
  • IDXHIDIV20 465   -1,41   -0,30%
  • IDX80 117   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 118   -0,08   -0,07%
  • IDXQ30 129   -0,58   -0,45%

Dana ketahanan energi, pungli negara kepada rakyat


Selasa, 29 Desember 2015 / 14:22 WIB
Dana ketahanan energi, pungli negara kepada rakyat


Sumber: Kompas.com | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, tanpa payung hukum regulasi yang jelas, dan tanpa adanya badan pengelola yang bisa diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dana Ketahanan Energi (DKE) tidak ada bedanya dengan pungutan liar (pungli).

“Sebelum ada payung hukum yang jelas, saya kira ini menjadi pungli kepada rakyatnya yang dilakukan oleh negara. Dan kalau kelembagaan belum jelas, nanti audit bahwa dana itu betul digunakan untuk ketahanan energi seperti apa?” kata Tulus ditemui usai diskusi, di Jakarta, Selasa (29/12/2015).

Tulus mengatakan, sebelum memungut Dana Ketahanan Energi ini seharusnya pemerintah membuat satu lembaga atau badan independen yang jelas, dan bisa diawasi pengelolaan dananya serta bisa diaudit.

Dia menambahkan, besarnya potensi pungutan yang dihasilkan sangat rawan untuk diselewengkan tidak sesuai dengan peruntukannya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sendiri mengaku, potensi pungutan per tahun mencapai Rp 15 triliun hingga Rp 16 triliun.

“Sebelum ada regulasi dan lembaga, itu (Dana Ketahanan Energi) menjadi pungli dan rawan sekali untuk disalahgunakan,” kata Tulus.

Senada dengan Tulus, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari unsur akademisi Rinaldy Dalimi menuturkan, belum adanya dasar hukum yang jelas dari Dana Ketahanan Energi tersebut menjadi masalah yang krusial diselesaikan.

Rinaldy mengatakan, pemerintah tidak bisa menjadikan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai payung hukum pungutan Dana Ketahanan Energi. Sebab, mengacu beleid tersebut, premi pengurasan energi fosil dikenakan pada sektor hulu.

Sementara dalam konsep Dana Ketahanan Energi ini, premi dikenakan di sektor hilir dalam hal ini harga jual bahan bakar minyak (BBM). Padahal BBM yang dikonsumsi tidak seluruhnya hasil pengurasan energi fosil dalam negeri, atau sebagian besar impor.

“Oleh karena itu pemerintah harus dengan tepat mendefinisikan dana ini dana apa? Apakah ini dana untuk menekan depletion rate? Kalau iya, tidak cocok (regulasinya). Kalau tidak dibuat aturannya, lalu dana ini untuk apa?” ujar Rinaldy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×