kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sudah tekor, penerimaan pajak 2021 musti tambah Rp 159,6 triliun


Kamis, 07 Januari 2021 / 15:50 WIB
Sudah tekor, penerimaan pajak 2021 musti tambah Rp 159,6 triliun
ILUSTRASI. Ilustrasi pajak pph. KONTAN/Baihaki/20/10/2016


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak sepanjang 2020 terpantau tidak bisa memuhi target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Meski tekor pada tahun lalu, pemerintah tetap musti mengejar proyeksi penerimaan pajak 2021 yang tumbuh 12,9% dari realiasi 2020.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 mematok target penerimaan pajak di tahun ini sebesar Rp 1.229,6 triliun. Angka tersebut naik Rp 159,6 triliun dari realiasi sepanjang tahun lalu yakni Rp 1.070 triliun. 

Padahal, kinerja penerimaan pajak Januari-Desember 2020 loyo, dengan  shortfall Rp 128,8 triliun atau hanya mencapai 89,3% dari outlook sebesar Rp 1.198,8 triliun.

Secara rinci, penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas tahun depan ditargetkan sebesar Rp 45,76 triliun, meningkat 27,4% dari realisasi tahun ini sebesar Rp 33,2 triliun. 

Kinerja penerimaan PPh migas sepanjang 2020 itu cukup menggembirakan, sebab setara 104,1% terhadap target yang ditetapkan pemerintah sejumlah Rp 31,9 triliun. Sehingga, bisa mengurangi beban setoran PPh migas pada 2021 yang sebetulnya perlu tumbuh 30,2% dari outlook tahun 2020.

Sementara itu, target penerimaan pajak non-migas pada tahun ini sebesar Rp 1.183,84 triliun. Dengan demikian otoritas pajak perlu meningkatkan setoran pajak non-migas hingga 12,4% dari realiasi tahun lalu sebesar Rp 1.036,8 triliun. 

Adapun penerimaan pajak non-migas tahun ini akan dikumpulkan dari setoran pajak pertambahan nilai (PPN), PPh non-migas, pajak bumu dan bangunan (PBB), serta pajak lainnya. Postur penerimaan pajak 2021 ini ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2020 tentang APBN Tahun Anggaran 2021. 

Baca Juga: Pemerintah optimistis ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5% pada 2021

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak di tahun ini akan dipengaruhi oleh keberlanjutan ekonomi di tengah pananganan pandemi virus corona. Namun hingga saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum memberikan sinyal untuk merevisi target pajak 2021.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menambahkan pihaknya memastikan tetap menjalankan intensifikasi dan ekstensifikasi basis pajak pada 2021. Walaupun, ia tidak memungkiri ke depan akan terkendala untuk turun kelapangan akibat pembatasa sosial.

“Kita berharap program vaksinasi virus corona berjalan dengan lancar, sehingga aktivitas masyarakat dan dunia usaha kembali berjalan normal. Demikian juga aktivitas intensifikasi dan ekstensifikasi pajak,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Kamis (7/1). 

Yoga menegaskan terpenting bagi pemerintah adalah penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi. Sehingga pajak yang merupakan instrumen fiskal tidak hanya bertujuan untuk budgetair, tapi juga regularend. Makayanya, dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 20,4 triliun.

Setali tiga uang, Yoga menyampaikan otoritas pajak belum mengagendakan kebijakan pajak baru yang bisa mengerek penerimaan. “Mengenai kebijakan pajak, belum ada yang rencana perubahan yang bisa saya sampaikan,” ujar Yoga.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyarankan pemerintah bisa menurunkan ambang batas ketentuan omzet pengusaha kena pajak (PKP) saat ini yang di atas Rp 4,8 miliar per tahun. “Saya kira tidak akan mengganggu recovery ekonomi, justru ini dapat mendorong persaingan usaha yang sehat. Potensi penerimaannya besar,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (7/1).

Fajry berdalih berdasarkan laporan belanja perpajakan untuk tahun 2018, ada sekitar Rp 44 triliun potensi penerimaan pajak yang hilang karena ambang batas PKP di Indonesia terlalu tinggi.  

Selanjutnya: Kemenkeu melaporkan setoran PPN sepanjang 2020 mengalami kontraksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×