kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Subsidi Nelayan Terancam Dihapus di WTO, Ini Kata KNTI


Rabu, 06 Maret 2024 / 17:30 WIB
Subsidi Nelayan Terancam Dihapus di WTO, Ini Kata KNTI
ILUSTRASI. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menolak usulan WTO soal pembatasan dan larangan subsidi perikanan bagi nelayan. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/rwa.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menolak usulan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) soal rencana membatasi dan melarang subsidi perikanan bagi nelayan. 

Ketua Umum KNTI Dani Setiwan menilai tidak seharusnya subsidi perikanan dihapuskan. Kebijakan ini menurutnya akan mengancam jutaan nelayan dan masyarakat kecil yang bergantung pada sektor perikanan di Indonesia. 

Menurutnya, seharusnya aturan ini hanya diberlakukan kepada negara industri maju yang nelayanya sudah menggunakan kapal besar, berteknologi tinggi dan menangkap ikan di wilayah perairan internasional. 

"Bukan bagi negara berkembang," tegasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3). 

Baca Juga: Subsidi BBM Nelayan Kecil Belum Mendapatkan Kesepakatan di Perundingan WTO

Sementara di Indonesia, masih banyak nelayan dengan kapal sederhana atau tradisional yang memerlukan subsidi nelayan khususnya BBM. 

Ia juga menegaskan bahwa fasilitas subsidi BBM bagi nelayan tradisional adalah kewajiban negara yang diamanatkan dalam UU No 7/2016 tentang perlindungan nelayan, pembudidaya dan petambak garam. 

Sayangnya, lanjut Dani, studi KNTI pada 2021 menyebutkan, 82% nelayan kecil tidak bisa mengakses BBM subsidi. Sehingga penurunan subsidi perikanan di WTO ini akan memperparah kondisi nelayan dalam negeri. 

"Pengurangan subsidi perikanan akan menurunkan kinerja sektor perikanan dalam perekonomian nasional dan membuat nelayan kecil pada posisi rentan dan semakin miskin," jelas Dani. 

Untuk itu, Dani mendesak pemerintah mencermati teks negosiasi secara seksama dan memprioritaskan perlindungan terhadap nelayan kecil. 

"Pembatasan subsidi perikanan bagi negara berkembang seperti Indonesia jelas merugikan," tambah Dani. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan bahwa subsidi perikanan ini termasuk yang belum mendapatkan kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-13 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 26-29 Februari  beberapa hari lalu.

Djatmiko menjelaskan adanya beberapa kepentingan yang membuat isu ini buntu tidak meraih kesepakatan. Meskipun dalam dua tahun terakhir subsidi nelayan telah gencar disuarakan dalam WTO. 

Baca Juga: Indonesia Harus Tetap Tolak Perpanjangan Moratorium Produk Digital di KTM Ke-13 WTO

Menurutnya, negara berkembang termasuk Indonesia meminta untuk ada perlakuan khusus terhadap subsidi nelayan ini karena memiliki banyak profesi nelayan yang bergantung pada subsidi dari pemerintah. Dan menurutnya, hal ini sah untuk diperjuangkan di WTO. 

"Indonesia tentu banyak kepentingan bersama dengan negara kepulauan lainnya untuk memastikan namanya special differential treatment untuk nelayan karena perlu dukungan pemerintah mendapatkan subsidi," jelas Djatmiko dalam konferensi pers daring, Selasa (5/2). 

Sementara negara maju juga memiliki kepentingan lain khususnya terkait dengan isu manajemen adanya kekhawatiran penangkapan ikan berlebih dan mengancam keberlanjutan stok ikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×