kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Subsidi BBM ditambah, ada risiko kebijakan fiskal dianggap mundur


Kamis, 26 Juli 2018 / 19:10 WIB
Subsidi BBM ditambah, ada risiko kebijakan fiskal dianggap mundur
ILUSTRASI. Penyaluran subsidi BBM


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan menaikkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 per liter. Keputusan ini sudah disetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada awal bulan ini.

Meski baru disetujui pada tengah tahun, yakni pada Juli, subsidi sebesar Rp 2.000 per liter akan dibayarkan kepada PT Pertamina (Persero) untuk sepanjang tahun 2018. Artinya, bukan setengah tahun saja, melainkan diperhitungkan sejak awal tahun. Rencananya, subsidi tambahan ini akan dibayarkan pada semester II-2018 setelah payung hukumnya terbit.

Ekonom yang kini menjabat sebagai Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi mengatakan, ada risiko kebijakan pemerintah dianggap mundur oleh lembaga rating. Sebab, asal tahu saja, reformasi subsidi energi yang ditempuh pemerintah telah banyak menuai pujian oleh institusi besar seperti Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), JP Morgan, Morgan Stanley, dan dari akademisi universitas ternama.

“Lembaga pemeringkat biasanya akan melihat kebijakan fiskal pemerintah dan manajemen anggaran dalam penilaian mereka. Ada risiko bahwa mereka melihat reformasi kebijakan energi mengalami kemunduran,” ujar Eric kepada KONTAN, Kamis (26/7).

Meski demikian, di sisi lain, menurut Eric, tambahan subsidi ini akan membantu memperbaiki neraca keuangan Pertamina. Bila neraca keuangan Pertamina sehat, maka ini akan menjadi pertimbangan investor yang membeli surat utang Pertamina.

Melihat performa APBN 2018 sejauh ini, sebenarnya tambahan subsidi BBM ini sah-sah saja karena ada ruang yang cukup. Misalnya, realisasi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sudah 64% dari target pada semester I-2018. Sri Mulyani bahkan ‘pede’ penerimaan negara tahun ini bakal surplus Rp 8 triliun.

“Kelihatannya pemerintah optimistik tentang penerimaan dan bahkan tidak mengajukan APBN-Perubahan tahun ini. Jadi, mungkin memang ada ruang untuk subsidi ini dan memang ada shifting prioritas APBN dari infrastruktur ke bantuan sosial dan subsidi,” kata Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×