Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup signifikan, dengan diperlukannya penyesuaian kebijakan dan alokasi anggaran yang lebih fokus kepada program-program jangka pendek yang bisa langsung meningkatkan lapangan kerja serta daya beli masyarakat.
Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina, menjelaskan bahwa proyeksi yang dikeluarkan dari IMF yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonmi Indonesia akan mencapai 4,7% adalah hal yang masuk akal, asalkan tidak ada inovasi kebijakan yang dramatis.
“Artinya, Impian Indonesia Emas 2045 perlu kita revisi, target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029 menjadi semakin tidak realistis,” ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Senin (5/5).
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Dinilai Kuat Meski Tumbuh Melambat 4,87% di Kuartal I-2025
Lebih lanjut, Wijayanto menegaskan pentingnya melakukan kalibrasi terhadap berbagai program besar yang mahal dan berdampak jangka panjang.
Ia memberikan saran agar lebih banyak anggaran dan sumber daya diberikan kepada program-program berorientasi pada jangka pendek, yang dapat memberikan efek langsung pada penciptaan lapangan kerja dan daya beli masyarakat.
“IKN, MBG, 3 Juta rumah, Koperasi Merah Putih, Danantara, dll perlu ditinjau ulang,” tegas Wijayanto.
Wijayanto juga menekankan pentingnya mendorong proyek-proyek konstruksi yang padat karya, serta mengembalikan anggaran PU ke kondisi semula.
Menurutnya, pemotongan masif untuk anggaran perjalanan dinas dan meeting harus disesuaikan.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I 2025 Paling Lambat dalam 3 Tahun Terakhir
“Efisiensi adalah bagus tetapi jangan terlalu dramatis karena akan mematikan ekosistem ekonomi tertentu,” tambah Wijayanto.
Wijayanto juga mengingatkan bahwa perlu ada peningkatan transfer dana ke daerah, dengan perbaikan dalam pengawasan untuk mengurangi potensi korupsi.
Ia juga menekankan perlunya MBG untuk lebih melibatkan UMKM, serta juga mengurangi pendekatan yang sentralistis dan top down untuk mencapai hasil yang lebih optimal.
Baca Juga: Kejar Pertumbuhan Ekonomi 6,3% di 2026, Pemerintah Butuh Rp 8.297 Triliun
Selanjutnya: Bahaya Haji dengan Visa Non-Haji, Kemenag : Sanksi Deportasi Mengintai
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (6/5): Cerah hingga Diguyur Hujan Ringan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News