Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir rekening PT Dana Syariah Indonesia (DSI) imbas kasus gagal bayar kepada para pemberi pinjaman atau lender.
Kepala Biro Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan, pemblokiran rekening Dana Syariah Indonesia dilakukan untuk mendukung proses pemeriksaan lanjutan oleh penyidik.
"Benar PPATK blokir rekening PT DSI dan lebih lanjut ditangani oleh penyidik," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (31/12/2025).
Natsir menjelaskan, pemblokiran rekening merupakan kewenangan PPATK dalam rangka perlindungan terhadap nasabah dari kerugian yang lebih besar.
Baca Juga: PPATK: Perputaran Uang Judi Online Tahun 2025 Capai Rp155 Triliun
"PPATK berwenang meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana," jelasnya.
Mengutip surat dari PT DSI kepada Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia yang diunggah akun Instagram @paguyubanlenderdsi, sejak 16 Desember 2025 PPATK telah memblokir beberapa rekening atas nama PT DSI, termasuk rekening escrow dan rekening operasional perusahaan.
Rekening yang diblokir tersebut memiliki total saldo sebesar Rp 2,65 miliar.
Pada surat tersebut, PT DSI meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendukung pembukaan pemblokiran rekening tersebut lantaran menghambat pembayaran dana kepada lender dan operasional perusahaan.
"Status pemblokiran tersebut, secara langsung telah menimbulkan hambatan operasional, antara lain terhadap penerimaan pembayaran dari Borrower, penyaluran dana kepada Lender, serta pembiayaan kewajiban operasional perusahaan," jelas PT DSI dalam suratnya.
Dalam surat tersebut, PT DSI juga mengaku hanya mampu mengembalikan dana yang terlambat dibayarkan ke lender sebesar Rp 450 miliar dari total kewajiban yang belum dibayarkan sebesar Rp 1,47 triliun.
Baca Juga: PPATK Catat Nilai Deposit Judol Capai Rp 24,9 Triliun pada Kuartal III-2025
Pembayaran sisa kewajiban itu akan berasal dari pelunasan kewajiban dari borrower yang berkinerja lancar, penjualan jaminan atau agunan dari borrower yang mengalami keterlambatan atau wanprestasi, aset perusahaan, maupun dari aset lain.
"Nilai tersebut (Rp 450 miliar) merupakan estimasi sementara yang masih bergantung pada proses hukum, proses penjualan, dan perkembangan kondisi eksternal lainnya, dan tidak menutup kemungkinan untuk mengalami perubahan dalam pelaksanaannya," jelas PT DSI.
Adapun sampai surat tersebut ditandatangani pada 27 Desember 2025, PT DSI telah mengembalikan dana lender sebesar 2,99 triliun atau hampir 70 persen dari total kewajiban yang harus dibayarkan ke lender.
Sebelumnya, OJK menyatakan berkoordinasi PPATK untuk menelusuri transaksi keuangan PT DSI.
Hal ini sebagai tindak lanjut dari pengawasan terhadap DSI terkait kasus gagal bayar kepada para pemberi pinjaman atau lender dengan nilai mencapai triliunan rupiah.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani mengatakan, selain PPATK, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan berbagai terkait untuk menyelesaikan kasus ini.
Baca Juga: KPK Gandeng PPATK Telusuri Aliran Dana Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
"Kami akan melakukan best effort untuk menjalankan kewenangan yang kami punya. OJK sudah meminta PPATK untuk melakukan penelusuran transaksi keuangan DSI dan PPATK telah melakukan pemblokiran rekening DSI," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (31/12/2025).
Selain itu, OJK juga sudah meningkatkan status pengawasan DSI menjadi pengawasan khusus dan melakukan pemeriksaan khusus untuk melacak transaksi yang dilakukan DSI.
Hingga kini, OJK telah mengeluarkan 15 sanksi pengawasan terhadap perusahaan tersebut.
OJK telah mengenakan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) kepada PT DSI sejak 15 Oktober 2025.
Selanjutnya: Cukai Rokok Tak Naik pada 2026, Pemerintah Optimalkan Penerimaan Negara Lewat Ini
Menarik Dibaca: Dari Tradisi ke Pasar: Kisah Sukses Minyak Herbal Lokal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













