kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sri Mulyani sebut pajak harus mengikuti perkembangan teknologi


Kamis, 03 Desember 2020 / 15:49 WIB
Sri Mulyani sebut pajak harus mengikuti perkembangan teknologi
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti?pertemuan KTT G20 tahun 2020 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, 22 November 2020.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perkembangan teknologi membuat sebagian aktivitas ekonomi berpaling ke ranah digital. Agar Indonesia tetap mendapatkan haknya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pajak sebagai instrument fiskal harus bisa beradaptasi.

Makanya di tahun ini, sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang melaksanakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 yang bertujuan memberikan stimulus fiskal dalam rangka penangan dampak yang ditimbulkan pandemic Covid-19, telah menjadi payung hukum pajak digital.

“Digital elektronik sangat penting untuk level playing field, para penyedia platform memungut pajak pertambahan nilai (PPN) yang diserahkan kepada negara, dan subjek pajak luar negeri (SPLN) atas transaksi elektronik di Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Nasional Perpajakan 2020, Kamis (3/12).

Melalui beleid itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga saat ini telah menetapkan 46 perusahaan digital asing dan beberapa e-commerce dalam negeri sebagai SPLN yang wajib memungut, menyetor, dan melapor PPN atas transaksi barang/jasa digital luar negeri.

Baca Juga: Masalah kesehatan dan tantangan ekonomi jadi bagian dari fokus Manulife di 2021

Menkeu juga tidak menutup kemungkinan tahun depan bakal memungut pajak transaksi elektronik (PTE) atas income transaksi SPLN di Indonesia.

UU 2/2020 menegaskan PTE baru dapat diterapkan apabila memenuhi dua syarat. Pertama, adanya pemenuhan kehadiran ekonomi signifikan atau significant economic presence (SEP) dari pelaku usaha PMSE luar negeri di Indonesia, dengan kata lain tidak perlu kehadiran fisik perusahaan.

Kedua, pelaku usaha PMSE tersebut berasal dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Setidaknya, hingga saat ini dari sebanyak 70 P3B yang telah dilakukan Indonesia terdapat 69 P3B yang mengatur mengenai kriteria BUT dalam kesepakatannya.

Sri Mulyani menambahkan, PTE yang dipungut nantinya bakal menggunakan basis data SPLN yang sudah kewajiban atas peraturan PPN di Indonesia. “Semua perpajakan mengikuti perubahan yang dinamis dari dampak covid maupun revolusi teknologi. Pajak memberikan peran yang luar biasa, di suatu negara namun tugas utama dari pajak mengumpulkan penerimaan negara,” ujar Menkeu.

Selanjutnya: Kadin nilai UU Cipta Kerja akan bangkitkan iklim investasi di daerah dan pusat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×