Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis aturan baru rerkait pemberian bantuan pinjaman likuiditas kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menangani bank gagal.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan dan PMK 33/PMK.010/2020 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Penjaminan Simpanan.
Baca Juga: Butuh likuiditas, LPS bisa pinjam Menkeu
Dalam PMK 38, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa pinjaman yang dimaksud bisa diberikan apabila LPS diperkirakan mengalami kesulitan likuiditas dalam menangani bank gagal.
Apalagi, hal tersebut juga berkaitan dengan kebijakan negara dalam menanggapi dampak negatif dari Covid-19 terhadap perekonomian domestik.
Menurut Ricky Vinando, Praktisi Hukum Universitas Jayabaya justru menyayangkan aturan tersebut, pasalnya mengindikasikan pemerintah justru ingin mengutamakan bailout ketimbang bailin bank jika ada bank gagal atau bank sakit selama pandemi corona.
"Sangat jelas bahwa pemerintah lebih memilih kebijakan bailout daripada bail-in. Padahal harusnya bail in bukan bailout. Karena kalau bailout, uang negara akan keluar lagi, risiko atau potensi terulangnya kasus BLBI dan Bank Century jilid 2 , besar sekali," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (27/4).
Ia juga bilang bahwa publik tentu masih ingat kasus BLBI dan Bank Century yang terjadi karena likuiditas bank-bank yang bermasalah, lalu disuntik likuiditas melalui Bank Indonesia saat itu. Imbasnya, sampai ada yang masuk penjara, sehingga Ia meminta pemerintah jangan sampai mengulang lagi hal tersebut.
Baca Juga: Sri Mulyani siap menerima bantuan dari IsDB