kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Butuh likuiditas, LPS bisa pinjam Menkeu


Senin, 27 April 2020 / 09:55 WIB
Butuh likuiditas, LPS bisa pinjam Menkeu


Reporter: Bidara Pink | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) saat ini bisa memberikan bantuan pinjaman likuiditas kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menangani bank gagal. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 38/PMK.02/2020 dan PMK 33/PMK.010/2020.

Di beleid PMK 38/2020, Menkeu menjelaskan bahwa pinjaman ini bisa diberikan apabila LPS sedang mengalami kesulitan likuiditas dalam menangani bank gagal. Selain itu kebijakan ini juga berkaitan dengan kebijakan negara dalam menghalau dampak negatif dari virus korona (Covid-19) terhadap perekonomian Indonesia.

Menkeu dalam PMK tersebut seperti dikutip KONTAN, Minggu (26/4) menyebut pemerintah bisa memberi pinjaman kepada LPS dalam rangka melaksanakan kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Covid-19, untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.

Tingkat likuiditas LPS merupakan persentase dari perbandingan antara kemampuan sumber daya keuangan yang tersedia dengan kebutuhan dana yang diperlukan oleh LPS untuk menangani perbankan. LPS dinilai mengalami kesulitan likuiditas apabila tingkat likuiditasnya kurang dari 100%.

Namun, sebelum mengajukan pinjaman ke Kementerian Keuangan, PMK 33 menyebut bahwa LPS diperbolehkan melepas surat berharga yang dimiliki untuk menambah kebutuhan likuiditas. Setelah langkah itu dilakukan tapi tetap tidak memenuhi kebutuhan likuiditas, LPS bisa mengajukan permohonan pinjaman pada Menkeu. Menteri bisa memberikan pinjaman kepada LPS sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBN Perubahan (APBN-P).

Nantinya, permohonan pinjaman tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner LPS kepada Menkeu dengan tembusan kepada Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran, Dirjen Perbendaharaan, dan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

Menurut Pengamat Perbankan Doddy Ariefianto, dua peraturan menteri keuangan ini merupakan petunjuk teknis dari pelaksanaan Undang-Undang (UU) LPS dan UU APBN. Menurut Doddy, hasil pemungutan premi yang dikumpulkan LPS selama ini jumlahnya sekitar Rp 150 triliun tak sebanding dengan dana pihak ketiga (DPK) perbankan sekitar Rp 7.000 triliun.

LPS sebagai otoritas bisa menutup sebuah bank, tapi dana nasabahnya itu yang mesti dikembalikan oleh LPS. Pada situasi seperti sekarang ini, LPS butuh bantuan dana dari pemerintah dan pemerintah mesti siap untuk itu. Namun, perlu didefinisikan secara jelas kondisi seperti apa LPS bisa kehabisan likuiditas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×