kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Sri Mulyani: Pasca Covid, ancaman krisis berikutnya bisa climate change dan disrupsi


Minggu, 24 Oktober 2021 / 17:53 WIB
Sri Mulyani: Pasca Covid, ancaman krisis berikutnya bisa climate change dan disrupsi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keynote speaker bersama mantan Menkeu Bambang Brodjonegoro, Pimpinan Redaksi Kontan Ardian T Gesuri dan tim penulis buku saat Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan secara virtual, Minggu (24/10).


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Krisis akibat pandemi Covid-19 memang belum berakhir. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan bahwa krisis bisa saja terpacu sebab lain, alias tidak berhenti di pandemi corona. 

Ada ancaman lain yang harus dimitigasi, antara lain perubahan iklim serta disrupsi digital. “Berkaca dari pengalaman tiga kali krisis tahun 1997/1988, 2008 dan saat ini, ujungnya berefek ke keuangan negara,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam webinar: Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan : Melintasi 3 Krisis Multidimensi, Minggu (24/10)

Untuk itu, kata Menkeu, keuangan negara harus bisa mengantisipasi.  “Dunia itu bisa dihantam, Indonesia juga dihantam berbagai krisis. Kalau kita sekarang bicara pandemi, next time bisa climate change, bisa juga dari digital disruption,” ujar Menkeu.

Menurut Menkeu, krisis selalu membawa perubahan, “Saat menyerang akan menyebabkan orang harus beruba, baik itu perubahan ke sosial, ekonomi. Untuk itu, negara harus hadir dengan keuangan negara  yang harus sehat,”ujarnya. 

Indonesia pernah mengalami krisis yaitu tahun 1997/1998 serta 2008 dan tahun 2020 yang terpacu pandemi. 

Sri Mulyani menilai, ketiga krisis yang terjadi sama-sama berdampak ke keuangan negara. Namun, perbedaannya krisis yang terjadi saat ini sektor perbankan sudah lebih baik dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio yang tinggi.  

“Kalau kita mau bicara tentang bahwa dengan adanya krisis pertama, kedua, maka waktu ketiga ini bank sudah relatif kuat karena kita sudah belajar dari dua krisis sebelumnya,” kata Sri Mulyani.

Regulasi di sektor perbankan juga semakin prudent. Tak hanya di Indonesia, perbankan di negara-negara lainnya juga lebih siap mengatasi krisis kali ini.

“Karena dia cadangan modalnya cukup tinggi dan mereka cepat sekali melakukan restructuring dari non performing loan (NPL) dan juga non performing finance (NPF),” ujar Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×