Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara Anggota Group 20 (G-20) di Osaka, Jepang, yang dibuka Jumat (28/6) pagi, dan dihadiri antara oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Presiden China Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden Joko Widodo, belum mampu menuntaskan masalah perang dagang yang terjadi antara AS dan China.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini terjadi lebih rendah karena risiko-risiko yang sifatnya negatif telah terjadi yaitu ekskalasi dari ketegangan perdagangan terutama antara AS dengan China, namun sebetulnya secara menyeluruh dan munculnya sikap-sikap proteksionisme.
“Disebutkan oleh pertama Christine Lagarde yang menyampaikan dengan adanya risiko perang dagang ini pertumbuhan ekonomi dunia akan turun sebesar 0,5 %,” kata Menkeu saat mendampingi Menlu Retno Marsudi menyampaikan keterangan kepada wartawan di Hotel New Otani, Osaka, Jepang, Jumat (28/6) sore dilansir dari laman Setkab.
Dengan demikian, lanjut Menkeu, pertumbuhan ekonomi dunia yang tahun ini sudah 3,5% tahun depan yang diharapkan bisa lebih baik jadi 3,6. Namun, kalau perang dagang ini akan terus berjalan maka pertumbuhannya hanya akan mencapai 3,1%. “Jadi, ini risikonya sangat besar,” tegas Menkeu.
Belum Sepakat
Mengenai sikap AS dan China sendiri, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan, tampaknya masih ada jarak yang cukup signifikan dari para pimpinan terutama dari Presiden Trump dan Pimpinan yang lain.
Di dalam opening statement-nya, Presiden Trump menyampaikan bahwa mereka mengungkapkan adanya isu trade yang fair, yang adil, dan adanya reproksikaliti, saling sama adil. Pentingnya memungkinkan level playing field dan tidak ada tindakan policy yang dianggap tidak fair.
Dalam hal ini, bahkan digunakan kalimat predatory nation yang bisa memanfaatkan perekonomian Amerika.
“Ini menggambarkan bahwa di dalam konsep Presiden Trump bahwa masih ada negara-negara yang dianggap melakukan praktik-praktik yang dianggap merugikan Amerika Serikat,” jelas Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Presiden Trump mengajak semua supaya kita semua harus menghilangkan berbagai macam distorsi tersebut untuk bisa menciptakan apa yang disebut prosperity atau yang disebut kesejahteraan bersama.
Di sisi yang lain, lanjut Menkeu, Presiden Xi Jinping menganggap bahwa situasi ini adalah disebabkan oleh kebijakan yang memang dibuat oleh seseorang oleh suatu negara sehingga keinginan untuk bisa menciptakan win-win solution adalah merupakan fungsi dari keinginan kita untuk memperbaiki atau menciptakan solusi itu sendiri atau tidak.
Dari semua pimpinan negara yang melakukan intervensi di session yang pertama, menurut Menkeu, semuanya menginginkan adanya reformasi di WTO (World Trade Organization). Mungkin penekanannya berbeda beda tapi yang paling penting sekarang adalah reformasi WTO mengenai dispute settlement-nya, mekanisme untuk menangani dispute settlement.
Yang kedua menangani berbagai hal yang sifatnya policy multilateral yang menggunakan policy yang terdistorsi. Dan tentu dari sisi bagaimana mereka bisa menyelesaikan perbedaan apa yang disebut fair trade practise.
“Saya rasa yang paling penting adalah pada masalah itu. Oleh karena itu, untuk investasi dan masalah trade yang dianggap merupakan bagian dari policy ekonomi dari negara-negara di G-20 yang bisa mempengaruhi ekonomi global ini menjadi salah satu isu yang sangat penting,” ungkap Menkeu seraya menambahkan, hampir semua sepakat bahwa kita perlu melakukan reform, hampir semua mengatakan perlu adanya upaya untuk menghilangkan atau mengurangi ketegangan perdagangan internasional.
Namun, diakui Sri Mulyani belum ada kesepakatan bagaimana caranya sehingga ini yang akan menimbulkan ketidakpastian di dalam hasil G20 ini sendiri. Meskipun demikian, nasib diharapkan nanti komunike bisa mewadahi perbedaan itu di dalam suatu kesepakatan pernyataan bersama dan juga semua mata sekarang melihat bagaimana esok akan ada pertemuan antara Presiden Trump dengan Presiden Xi Jinping.
“Masing masing tentu masih menggunakan retorika yang jelas dari sisi China mengatakan kalau kita ingin mencapai win win solution itu pasti bisa dilakukan asal kedua duanya memiliki niat yang baik untuk mendapatkan solusi tersebut. Sementara dari Presiden Trump bahwa masih menganggap tindakan-tindakan yang perlu untuk dikoreksi,” jelas Menkeu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News