Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melakukan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk dua tahun ke depan. Penetapan kebijakan penyesuaian tarif CHT tersebut telah mempertimbangkan aspek ekonomi, ketenagakerjaan, keberlanjutan industri rokok, dan upaya pengendalian peredaran rokok ilegal.
Dalam keterangan resminya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa kenaikan tarif cukai sigaret rata-rata sebesar 10% pada tahun 2023 dan 2024 dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi merokok anak.
Khusus tarif cukai untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan maksimum sebesar 5% dengan pertimbangan keberlangsungan tenaga kerja.
Selain itu, hasil tembakau berupa Rokok Elektrik (REL) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), tarif cukainya juga dinaikkan rata-rata sebesar 15% dan 6% setiap tahunnya untuk dua tahun ke depan.
Baca Juga: Harga Rokok pada 2023 Bakal Lebih Mahal, Berikut Harga Ecerannya
"Administrasi cukai REL dan HPTL disederhanakan dengan penetapan tarif cukai berlaku cukup terhadap setiap varian volume kemasan penjualan eceran per HJE serta pemberian fitur personalisasi pada pita cukai REL dan HPTL," dikutip dari keterangan resminya, Senin (19/12).
Asal tahu saja, pengambilan kebijakan penyesuaian tarif CHT juga telah mempertimbangkan sisi makro ekonomi, terutama di tengah situasi ekonomi domestik yang terus menguat dalam masa pemulihan ekonomi nasional.
Sri Mulyani memperkirakan kebijakan ini akan memiliki dampak yang terbatas pada inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dan sudah terkelola dengan baik.
Kenaikan rata-rata tarif CHT 10% diperkirakan akan menyebabkan kenaikan inflasi pada kisaran 0,1%-0,2% percentage point sehingga dampak pada pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan juga diperkirakan relatif kecil.
Baca Juga: Sri Mulyani Kerek Tarif Cukai Rokok Elektrik Langsung 5 Tahun, Ini Alasannya
“Dampak (kenaikan tarif cukai) terhadap inflasi sangat terbatas yaitu 0,1% sampai 0,02% dan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar -0,01% hingga -0,02%,” tutur Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (12/12).
Sementara dari aspek anggaran untuk kesehatan, alokasi anggaran penanggulangan dampak merokok mencapai sebesar Rp 17,9 triliun – Rp 27,7 triliun per tahun.
Dari total biaya ini, terdapat Rp 10,5 triliun - Rp 15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan atau setara dengan 20% - 30% dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahun sebesar Rp 48,8 triliun.
Penyesuaian tarif CHT ini diperkirakan juga akan berdampak pada beberapa hal seperti penurunan prevalensi merokok anak menjadi 8,92% di 2023 dan 8,79% di 2024 dan naiknya indeks kemahalan rokok menjadi 12,46% di tahun 2023 dan 12,35% di tahun 2024.
Baca Juga: Realisasi PNBP Tahun Ini Diperkirakan Lampaui Target, Begini Kata Kemenkeu
Menurutnya, penurunan prevalensi merokok anak ini dapat berdampak positif bukan hanya dari sisi aspek anggaran kesehatan namun juga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang menjadi salah satu prasyarat untuk penguatan produktifitas nasional dalam rangka mencapai visi Indonesia Maju 2045.
Selain untuk pengendalian konsumsi rokok, penyesuaian tarif CHT juga telah mempertimbangkan petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau, penerimaan negara, dan pengawasan Barang Kena Cukai (BKC) ilegal.
"Kebijakan tarif cukai berupa sigaret akan berlaku untuk 2023 dan 2024. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan proses perumusan kebijakan CHT setiap tahunnya dan memberikan kepastian bagi pelaku industri dan seluruh stakeholders terkait," katanya dalam keterangan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News