kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sosok SBY di mata Chairul Tanjung


Minggu, 19 Oktober 2014 / 15:37 WIB
Sosok SBY di mata Chairul Tanjung
ILUSTRASI. Covid-19 kini menjadi penyakit biasa karena WHO telah mencabut status darurat kesehatan global untuk Covid-19.


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Chairul Tanjung, pemilik Para Group ini, memang tak sampai setahun menjadi Menteri Koordinator Perekonomian. Dia baru menggantikan Hatta Rajasa pada Mei 2014. 

Namun, Chairul mengaku sebelum itu telah sering menolak tawaran menteri dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia pun bertutur tentang isi hati SBY selama berkuasa. 

"Akhirnya saya terima (tawaran jadi menteri itu) karena terpaksa. Emergency. Gue tahulah tempat gue itu bukan di dalam, lebih baik di luar. Ha-ha-ha," ujar Chairul beberapa waktu lalu.

Chairul dipilih SBY setelah Hatta mengajukan surat pengunduran diri lantaran ingin maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Pada saat itu, Chairul adalah Ketua Komite Ekonomi Nasional. "Karena pertimbangannya waktu itu enggak ada orang lain. Pak SBY mau orang yang bisa jaga iklim usaha, apalagi menjelang akhir jabatannya," ujar Chairul

Alumnus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang banting setir menjadi wirausaha ini mengungkapkan alasannya enggan menjadi menteri. Menurut dia, kinerja di pemerintahan terlalu lamban.

Bagi Chairul, selama ini SBY sudah terlalu bersabar juga dengan jalannya pemerintahan yang tak efektif. "Kesabaran itulah, yang di awal-awal, saya kurang bisa menerima karena tidak akan efektif," tutur dia.

Tak jarang, kata Chairul, SBY harus mengalah dalam banyak hal. Tak jarang, SBY harus "makan hati" disebut sebagai presiden yang lamban dalam bekerja. 

Padahal, menurut Chairul, sebagai seorang purnawirawan jenderal, SBY bisa saja mengerahkan tenaga militer. Namun, kata dia, SBY memilih tak melakukan intervensi.

CT pun semakin paham dengan gaya kepemimpinan SBY itu setelah masuk ke dalam pemerintahan. "Dengan mengalah, terbayar ongkosnya dengan 10 tahun kestabilan di bidang politik, keamanan, ekonomi, dan tumbuhnya demokratisasi," ucap dia.

Salah satu prestasi SBY selama 10 tahun pemerintahan ini yang disebut CT adalah peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2004 lalu, APBN tak sampai Rp 400 triliun, tetapi kini sudah mencapai lebih dari Rp 2.000 triliun. 

Kendati memberikan kestabilan ekonomi dan politik, Chairul mengakui masih ada program yang belum selesai dilakukan. "Yang pasti kita harus meningkatkan competitiveness (daya saing) kita," sebut dia.

Baik BUMN maupun kalangan swasta, kata Chairul, harus mampu bersaing dengan negara lain, demikian pula tenaga kerja Indonesia. "Kenapa? Dengan meningkatnya produktivitas dan competitiveness itulah bisa membuat negara jadi sejahtera," tegas dia.

Selain itu, CT juga mengingatkan pemerintahan mendatang untuk tak lupa memajukan aspek sumber daya manusia yang menjadi penentu kemajuan bagi Indonesia. Upaya perbaikan, kata dia, bisa dilakukan dengan meningkatkan pendidikan para pekerja Indonesia yang mayoritas saat ini masih lulusan sekolah dasar. (Sabrina Asril)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×