Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan kebijakan berupa stimulus penjaminan kredit modal kerja untuk debitur korporasi dengan pinjaman mulai dari Rp 5 miliar hingga Rp 1 triliun. Sebelumnya, kredit yang diberikan penjaminan dimulai dari Rp 10 miliar.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.08/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Aturan tersebut berlaku per tanggal 1 April 2021. Adapun secara rinci Pasal 10 PMK 32/2021 menjabarkan, ada tiga klasifikasi besaran penjaminan oleh pemerintah. Pertama untuk pelaku usaha dengan nilai penjaminan Rp 5 miliar hingga Rp 50 miliar akan ditanggung 100% oleh pemerintah. Kedua, penjaminan lebih dari Rp 50 miliar sampai dengan Rp 300 miliar juga dijamin penuh.
Ketiga, pemerintah juga memberikan stimulus untuk pelaku usaha dengan penjaminan lebih dari Rp 300 miliar hingga Rp 1 triliun melalui dua skema. Untuk periode 1 April hingga 31 Juli 2021 sebesar 80% diberikan penjaminan oleh pemerintah dan 20% sisanya oleh debitur. Lalu, pada 1 Agustus sampai dengan 17 Desember 2021, pemerintah menanggung 70% penjaminan, sedangkan 30% dibayar oleh pelaku usaha.
Dalam aturan sebelumnya, untuk penjaminan lebih dari Rp 300 miliar hingga Rp 1 triliun, pemerintah hanya menjamin 50% dan 50% lagi dibayar oleh debitur.
Baca Juga: Sri Mulyani berikan penjaminan kredit modal kerja hingga Rp 1 triliun
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menambahkan spirit perbankan dan LPEI harus selaras untuk memperbesar penyaluran kredit. Dari sisi pengusaha, dia bilang dunia usaha sangat membutuhkan kredit untuk menunjang kegiatan operasional.
"Inikan artinya lebih menjamin perbankan, nanti tinggal bagaimana LPEI dan bank dalam implementasinya jangan terlalu rigit," kata Hariyadi kepada Kontan.co.id, Senin (5/4).
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengatakan kebijakan tersebut tentunya akan mendorong perbankan untuk lebih menyalurkan kredit kepada korporasi. Sebab, persentasi penjaminan dari pemerintah lebih banyak. Hal ini dapat meminimalisasi risiko kredit macet.
"Karena industri keunagan butuh keamanan yang ekstra untuk bisa lebih rajin menyalurkan kredit ke dunia usaha. Selain itu perbankan juga harusnya makin yakin apabila ada debitur yang top up kredit. Intinya, tapi ada di perbankan sejauh mana mau merespons," kata Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (5/4).
Ajib menambahkan kebijakan perbankan saat proses pemulihan ekonomi seperti saat ini akan sangat tergantung arah kebijakan moneter maupun fiskal. Makanya dia berharap dengan suku bunga BI yang sudah cukup rendah di 3,5%, kebijakan fiskal perlu lebih ekspansif dalam sektor keuangan.
Selanjutnya: Genjot target pembiayaan, multifinance tebar promo jelang puasa dan lebaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News