kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal sanksi pelanggar protokol kesehatan, pengamat: Pemerintah bergerak lambat


Kamis, 16 Juli 2020 / 15:22 WIB
Soal sanksi pelanggar protokol kesehatan, pengamat: Pemerintah bergerak lambat
ILUSTRASI. Warga berbelanja di Pasar Jatinegara di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, Jumat (22/5/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk melanjutkan PSBB tahap ketiga di DKI Jakarta yang dimulai 22 Mei hingga 4


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai lambat membuat keputusan pemerintah dalam penanganan virus corona (Covid-19). Salah satunya adalah rencana pemberian sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.

Sejak kasus pertama pada bulan Maret 2019 lalu, Indonesia belum menyiapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. "Itu harusnya dari awal, semua dunia gagap tapi kita ini lambat, negara lain gagap tapi cepat ambil keputusan," ujar Agus saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (16/7).

Baca Juga: BI prediksi ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 tumbuh negatif

Meski begitu Agus mendukung pemberian sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Pasalnya hingga saat ini kasus positif Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncaknya karena masih terus ada penambahan.

Aturan sanksi harus tegas diberikan untuk mencapai pendisiplinan. Beberapa aturan yang dibuat pemerintah saat ini dinilai Agus belum cukup tegas sehingga tidak efektif. "Kalau membuat peraturan harus da sanksinya. (Kalau) tumpang tindih, ambigu, dan banyak kecuali itu tidak efektif," terang Agus.

Agus juga mendukung bentuk sanksi diatur oleh pemerintah daerah. Hal itu untuk memastikan sanksi dapat dijalankan sesuai kebutuhan daerah.

Sementara pemerintah cukup membuat payung hukum pemberian sanksi tersebut. Namun, rencana Presiden Joko Widodo membuat Instruksi Presiden dinilai kurang tepat dan disarankan membuat Peraturan Pemerintah. "Supaya tidak ada masalah hukum, bikin saja PP," jelas Agus.

Baca Juga: Akibat Covid-19, Dinas Pariwisata Jabar sesuaikan target kontribusi terhadap PDRB

Pasalnya bila mengacu pada Undang Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemberian sanksi pada pasal 90 hingga 94 merupakan sanksi pidana. Sementara pemberian sanksi dalam UU tersebut diminta diatur dalam PP pada pasal 48 ayat 6.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×