kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Soal politik dinasti tidak perlu hingga revisi UU


Rabu, 08 Juli 2015 / 21:00 WIB
Soal politik dinasti tidak perlu hingga revisi UU


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai, putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan aturan terkait petahana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak perlu disikapi berlebihan hingga revisi UU. MK membatalkan aturan soal pembatasan calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana.

Menurut Tjahjo, putusan MK itu cukup diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). "Itu teknis saja. Tidak perlu harus merevisi UU karena akan melebar tetapi cukup ditegaskan dasar keputusan MK bisa diatur dalam PKPU," kata Tjahjo, di Istana Presiden, Jakarta, Rabu (8/7).

Tjahjo mengungkapkan, pemerintah tidak dalam kapasitas menolak atau menerima putusan MK tersebut. Alasannya putusan itu keluar atas gugatan yang dilakukan oleh masyarakat. "Terserah masyarakat. Putusan pengadilan sebagai WNI kita harus taat, ini filternya di hukum," ujarnya.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.

Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik. Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara. Hakim menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminasi.

Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, di mana pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana. Adapun, permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan. (Indra Akuntono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×