kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Soal kewajiban alokasi pengembangan UMKM di jalan tol antarkota, ini kata ATI


Selasa, 03 November 2020 / 10:22 WIB
Soal kewajiban alokasi pengembangan UMKM di jalan tol antarkota, ini kata ATI
ILUSTRASI. Karyawan gerai makanan siap saji berjalan di rest area KM 57 tol Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah meneken beleid UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satu UU yang masuk dalam Omnibus Law ini adalah UU nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan.

Seperti diketahui, salah satu aturan yang ditambahkan di UU 38/2004 adalah terkait kewajiban Jalan Tol antarkota yang harus mengalokasikan Tempat Istirahat, Pelayanan untuk kepentingan pengguna Jalan Tol, serta menyediakan tempat promosi dan pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.

Sekjen Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono mengatakan, secara garis besar ketentuan terkait pengembangan UMKM adalah semangat dari Omnibus law. Ketentuan itu memang juga menjadi semangat Kementerian PUPR dan BPJT untuk pengembangan usaha di rest area yang ada di jalan tol.

Baca Juga: Resmi, buruh ajukan judicial review UU Cipta Kerja ke MK

“Dalam perspektif kami di Asosiasi Jalan Tol, esensi pemberdayaan UMKM itu semestinya jangan disimplifikasi dengan % alokasi area semata. Kita sangat memahami bahwa pengembangan UMKM menjadi mandiri, tidak terlepas pada usaha kurasi dalam bentuk dukungan perancangan design produk, penataan display dan outlet penjualan, dukungan manajemen, dan sebagainya,” kata Krist kepada Kontan, Selasa (3/11).

Dari perspektif tersebut, Krist menilai mungkin akan lebih bermanfaat dukungan dalam bentuk kemudahan di semua aspek rantai pasok dan rantai nilai usaha UMKM tersebut yang dalam istilah ATI adalah proses kurasi. Daripada terjebak pada narasi besaran presentasi. alokasi ruang usaha. “Kami masih menunggu ketentuan teknis terkait penjabaran ketentuan UU ini,” ucap dia.

Krist mengatakan, pemberdayaan UMKM sebenarnya bukan semata – mata terkait alokasi meter persegi space (ruang). Namun, yang terpenting adalah pemberdayaan di semua rantai nilai dari UMKM tersebut.

Baca Juga: Pagi ini, KSPI dan KSPSI bakal ajukan gugatan UU Cipta Kerja ke MK

Misalkan, jika produk UMKM tersebut dikurasi dan akhirnya dijual di outlet yang laku keras, maka akan ada order ke UMKM sebagai pemasok produk yang ditampilkan di outlet branded tersebut. “Itu juga akan mendukung pengembangan UMKM tersebut,” ujar Krist.

Selanjutnya: Hingga Oktober 2020, realisasi restrukturisasi kredit sudah tembus Rp 914,65 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×