Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari membantah telah memerintahkan penunjukan langsung dalam pengadaan alat kesehatan untuk penanganan wabah flu burung di Departemen Kesehatan. Hal ini ia sampaikan saat menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan dengan terdakwa mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (8/7).
Siti yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan mengaku menerima pengajuan penunjukan langsung dari bawahannya, yakni Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid Husain. Menurutnya, seorang Dirjen bertugas menilai apakah suatu kebutuhan bersifat cepat dan segera. Siti meyakini draf harus disetujui karena didalamnya ada paraf dari Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Syafii Ahmad yang bertugas melakukan kajian.
“Dasar pemilihan itu adalah kebutuhan mendesak dari masyarakat,” ujarnya. Jika suatu daerah terkena flu burung kemudian pasien meninggal, pemerintah yang akan disalahkan.“Menurut saya itu sudah dalam track yang betul,” lanjutnya.
Ia juga menerangkan bahwa pada saat pengajuan penunjukan langsung, memang telah ada Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait flu burung. Flu burung tak hanya menjadi wabah nasional, namun juga perhatian internasional. Di Indonesia sendiri tingkat kematian pasien akibat flu burung mencapai 95%.
Kendati demikian, Siti mengaku tidak pernah curiga dengan nilai proyek Depkes yang selalu di bawah Rp 50 miliar. Dengan nilai di bawah itu, proyek di Depkes tidak harus melalui persetujuan langsung darinya. Langkah tersebut dilakukan agar lebih praktis mengingat kesibukan dirinya yang terlalu tinggi.
Ia mengaku tidak tahu jika ternyata ada proyek bernilai besar namun dipecah agar tidak melebihi batas Rp 50 miliar. “Dibilang karena ibu sibuk, tidak usah tandatangan, saya happy,” katanya.
Sebelumnya, Ratna Dewi Umar didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun 2006. Ratna yang saat itu bertindak selaku kuasa pengguna anggaran merangkap pejabat pembuat komitmen juga didakwa korupsi dalam penggunaan sisa dana DIPA pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes, pengadaan alat kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dan pengadaan Reagen Dan Cosumable Penanganan Virus Flu Burung.
Perbuatan Ratna bertentang dengan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan barang dan jasa pemerintah hingga menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp 50,477 miliar. Ratna sendiri didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman paling berat 20 tahun penjara.
Dalam dakwaanya, jaksa menyebut Siti Fadilah Supari menyampaikan agar pengadaan alat kesehatan dilaksanakan dengan metode penunjukan langsung dan sebagai pelaksananya Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Terkait hal ini, Siti juga membantahnya. Menurutnya ia tidak kenal dekat dengan Bambang. Dirinya berhubungan dengan Bambang terkait sumbangan yang diberikan pengusaha sekaligus kakak Hary Tanoeseodibjo ini kepada para korban tsunami Aceh serta gempa di Yogyakarta dan Nias.
Ditemui usai sidang, Siti mengaku tidak pernah klop dengan Ratna. “Sejak diangkat jadi Direktur Bina Yanmed Depkes, saya tidak pernah bertemu apalagi berbicara dengan Ratna,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News