Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berencana mengubah sistem pembayaran cukai pada produk minuman beralkohol. Tujuannya agar penerimaan negara dari cukai lebih optimal. Soalnya dengan sistem pembayaran yang ada sekarang disinyalir banyak bocor dan mudah diakali pengusaha.
Sekadar tahu, selama ini, pembayaran cukai oleh perusahaan produsen minuman beralkohol menggunakan metode pelunasan cukai. Artinya, perusahaan akan membayar cukai minuman beralkohol berdasarkan laporan hasil produksi oleh perusahaan.
Nah, sistem itu dianggap tidak efektif untuk menggenjot penerimaan cukai secara maksimal. Mengingat ada kemungkinan laporan hasil produksi dari para produsen minuman beralkohol tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Untuk mengatasi ini, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan, Susiwijono Moegiarso bilang, Bea Cukai tengah mengkaji kemungkinan penggunaan pita cukai pada minuman beralkohol. Nanti, setiap produk minuman beralkohol wajib memiliki tempelan pita cukai.
"Jadi nantinya akan seperti rokok, pembayaran cukai dihitung berdasarkan jumlah pita cukai yang dikeluarkan," ujar Susiwijono, Rabu (25/9).Hitung punya hitung, dengan sistem cukai seperti rokok, pemerintah bisa meningkatkan penerimaan cukai minuman berakhohol sekitar 5%–10% per tahunnya.
Hanya saja, bentuk pita cukainya mungkin akan dimodifikasi sedemikian rupa agar sesuai dengan spesifikasi produknya. Yang jelas, dengan menggunakan pita cukai masyarakat dan petugas cukai juga akan bisa melihat secara kasat mata apakah sebuah minuman beralkohol telah dikenakan cukai atau tidak. Dengan begitu, mekanisme kontrol bisa lebih mudah.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Eny Sri Hartati berpendapat, pemerintah masih punya banyak cara untuk menggenjot penerimaan dari cukai. Misalnya saja dengan simplifikasi tarif cukai.
Selama ini tarif cukai rokok terdiri dari 13 layer atau kategori. Nah, pemerintah bisa menyederhanakan menjadi enam layer. Setiap layer cukup satu tarif cukai sehingga disparitas antarkategori mengecil dan penerimaan cukai rokok bisa lebih optimal.
Dengan enam layer, pemerintah juga bakal lebih mudah melakukan pemungutan. Perusahaan rokok bakal sulit berkelit dari cukai yang seharusnya mereka bayar. Menurut Eny, semakin banyaknya layer-layer memudahkan perusahaan mencari celah untuk membayar tarif cukai yang lebih rendah dari seharusnya.
Informasi saja, realisasi penerimaan negara dari Direktorat Bea dan Cukai hingga akhir Juli 2013 mencapai Rp 86,65 triliun. Perinciannya, Rp 17,36 triliun dari bea masuk, Rp 8,7 triliun bea keluar, dan sektor cukai Rp 61,21 triliun. Cukai rokok berkontribusi Rp 58,75 triliun dan sisanya dari minuman beralkohol.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News