Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah akan menggunakan skema penghitungan subsidi listrik baru dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Skema yang bernama performance based regulatory (PBR) ini sederhananya akan menekan biaya subsidi listrik sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan.
Anggaran subsidi listrik dalam RAPBN 2015 direncanakan sebesar Rp 72,42 triliun atau turun Rp 31,39 triliun dibanding anggaran APBN-P 2014 yang sebesar Rp 103,82 triliun. Melalui skema PBR, anggaran subsidi listrik akan dibayar di depan. Tidak seperti skema listrik sebelumnya cost plus margin yang pembayarannya dilakukan di belakang dengan menghitung realisasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan, sejak awal PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersama dengan pemerintah sudah menentukan pagu pendapatan, biaya, serta subsidi yang diberikan dalam jangka waktu tahun anggaran.
Nah, apabila dalam realisasinya biaya yang dikeluarkan PLN melonjak sehingga beban subsidi naik, lonjakan anggaran subsidi tersebut tidak menjadi tanggungan pemerintah dan menjadi tanggungan PLN sendiri.
Sedangkan apabila realisasi subsidi listrik berada di bawah pagu, maka kelebihannya menjadi insentif untuk PLN. "Selama ini beban biaya PLN masuk menjadi tambahan subsidi," ujar Andin, Selasa (16/9).
Andin menjelaskan, dalam penghitungan subsidi yang diberikan akan memperhitungkan dua karateristik biaya yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi menyangkut tentang rencana PLN membangun pembangkit baru.
Biaya operasional berisi biaya kinerja PLN. Satu-satunya alasan yang bisa membuat subsidi listrik naik dari pagu dan menjadi beban pemerintah berasal dari pos biaya operasional yang tidak bisa dikontrol.
Biaya operasional yang tidak bisa dikontrol ini contohnya adalah perubahan nilai tukar. Kalau ternyata nilai tukar lewat dari pagu dan mempengaruhi pembayaran PLN maka akan menjadi beban pemerintah. Namun apabila berasal dari pos biaya operasional yang bisa dikontrol misalnya target operasional pembangkit batu bara meleset sehingga harus menggunakan BBM, maka akan menjadi beban PLN sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News