Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Sikap DPR menyangkut penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 terbelah. Berbeda dengan Ahmad Yani, rekannya sesama Anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat justru menyetujui penerapan PP tersebut.
Martin mengaku telah mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta di Medan, Sumatera Utara. Dari hasil perbincangan dengan sejumlah narapidana (napi), persoalan terbesar di LP itu adalah pasokan air dan listrik yang kerap terhenti. "Padahal jumlah tahanan banyak, mencapai 2.000 orang," kata Martin kepada KONTAN di Gedung DPR, Selasa (16/7).
Soal PP No 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Martin mengklaim, beleid ini masih dibutuhkan napi LP Tanjung Gusta.
Ia mengaku dirinya telah berbincang dengan sekitar 50 napi. "Dari jumlah itu, hanya 3 atau 4 orang yang menginginkan PP tersebut dicabut," kata Martin.
Politisi Partai Gerindra itu menambahkan, PP No 99 Tahun 2012 tetap harus dipertahankan. Dia bilang, PP tersebut hanya memperketat pemberian remisi (pengurangan masa tahanan) bagi terpidana narkotika, terorisme dan korupsi.
Dengan kata lain, bukan meniadakan sama sekali kesempatan napi mendapatkan remisi. "Yang penting dalam penerapannya, PP tersebut tidak berlaku surut," imbuh Martin.
Selain itu, Martin menilai, PP No 99 Tahun 2012 masih sangat dibutuhkan Indonesia. Sebab PP tersebut lahir dari aspirasi masyarakat yang bersemangat dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, pendapat bertolak belakang muncul dari Ahmad Yani, politisi PPP. Menurut Yani, keberadaan PP No 99 Tahun 2012 bertentangan dengan UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Keberadaan PP tersebut merugikan hak terpidana untuk mendapatkan remisi apabila telah mendapat kelakukan baik. "Padahal hak itu dijamin dalam UU," kata Yani, Senin (15/7).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News