kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,85   2,25   0.25%
  • EMAS1.378.000 0,95%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Menkumham : Tak ada urusan kirim surat ke presiden


Senin, 15 Juli 2013 / 18:46 WIB
Menkumham : Tak ada urusan kirim surat ke presiden
ILUSTRASI. Cara mengatasi uban atau rambut putih.


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin angkat bicara soal adanya surat protes dari sembilan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin Bandung, terkait isi PP No 99 tahun 2012 tentang kebijakan pengetatan remisi.

Menurutnya, walaupun surat protes telah disampaikan ke DPR dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kebijakan soal remisi itu tidak akan berubah. "Tidak ada urusan kirim surat ke Presiden. Itu tidak ada korelasinya," tegas Amir Syamsuddin dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta, Senin (15/7).

Menurutnya, dalam ketentuan PP No 99 tahun 2012, remisi tidak mengatur nasib sembilan narapidana di Suka Miskin tersebut. Amir beralasan, aturan itu berlaku sejak diundangkan pada 12 November 2012, dan putusan itu sudah berkekuatan hukum.

Menurut Amir, mengenai pemberian remisi terhadap sembilan orang itu mengacu pada PP No 26 tahun 2006 mengenai pemberian remisi.

Meski demikian, menurut Wamenkumham Denny Indrayana bilang, narapidana yang tak terkait dengan PP No 99 Tahun 2012 harus memenuhi syarat Peraturan Menteri No 6 tahun 2013, soal tata tertib lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara.

Menurut Dedny, hanya narapidana yang memenuhi syarat dan berkelakuan baik dan sebagai justice collaborator saja yang bisa mendapatkan remisi. "Tak ada yang otomatis, tetapi semua harus sesuai dengan syarat. Misal punya ponsel, senjata tajam termasuk  pelanggaran berat yang tidak memenuhi syarat berkelakuan baik," jelas Denny.

Denny menambahkan, sebaiknya semua pihak tak hanya fokus pada PP No 99 Tahun 2013, sebagai kebijakan yang mengatur pengetatan remisi bagi narapidana. Menurutnya, kebijakan itu sudah diatur lewat PP No 32 tahun 1999 dan PP No 26 tahun 2006.

Persoalan ini mulai ramai dibicarakan, ketika surat sembilan narapidana itu diteruskan oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santosa ke Presiden SBY dan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Langkah politisi Partai Golkar itu lantas menuai tudingan Indonesian Corruption Watch (ICW) telah melanggar kode etik anggota dewan karena dianggap memfasilitasi koruptor.

Bahkan, Priyo diancam akan dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Adapun sembilan narapidana yang mengajukan permohonan perlindungan hukum dan HAM itu adalah; Jenderal Purnawirawan Hari Sabarno, Agusrin M. Najamuddin, Wijanarko Puspoyo, Soetejo Yuwono, Muchtar Muhammad, Jumanto, Abdul Syukur Ganny, Haposan Hutagalung dan Abdul Hamid. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×