Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah insentif pajak yang telah berlaku sejak beberapa tahun terakhir akan berakhir pada tahun ini, termasuk di antaranya insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM sebesar 0,5% bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP), serta PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti dan diskon PPN 10% untuk mobil listrik.
Menanggapi hal ini, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), memberikan beberapa pandangan terkait kebijakan ini.
Pertama, Bhima menyoroti insentif PPh Final UMKM yang saat ini berada di angka 0,5%. Menurutnya, angka ini masih relatif tinggi jika dilihat dari omzet penjualan UMKM, sehingga perlu diturunkan menjadi 0,1%.
Dengan penurunan tersebut, UMKM akan mendapatkan stimulus yang lebih signifikan, yang dapat digunakan untuk memperkuat modal atau bahkan memberikan bonus kepada karyawan.
Baca Juga: Skema PPh Final UMKM 0,5% Perlu Diperpanjang? Ini Kata Pengamat
Kedua, Bhima juga mengusulkan adanya insentif PPh 21 DTP bagi karyawan, dengan tujuan mendorong konsumsi rumah tangga. Insentif ini dianggap penting untuk menjaga daya beli masyarakat.
Ketiga, Bhima menilai bahwa insentif mobil listrik perlu dievaluasi ulang. Ia menyebut insentif ini tidak tepat sasaran, karena lebih banyak dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat kaya, bukan kelas menengah bawah. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan ulang efektivitas insentif ini dalam mendorong adopsi kendaraan listrik.
Keempat, Bhima merekomendasikan agar pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP untuk sektor properti. Sektor ini sangat sensitif terhadap penurunan daya beli kelas menengah, sehingga perpanjangan insentif dianggap akan memberikan dorongan positif bagi sektor properti.
Selain itu, Bhima juga menyarankan pemerintah untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang direncanakan tahun depan. Menurutnya, penundaan kenaikan tarif ini dapat berfungsi sebagai stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong konsumsi.
Baca Juga: Kejar Target Pajak, Kemenkeu Alokasikan Rp 549,39 Miliar untuk Penguatan CTAS
Bhima juga menyebut bahwa insentif pajak untuk smelter nikel berbasis RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace) tidak diperlukan. Menurutnya, sektor smelter sudah memperoleh keuntungan yang signifikan tanpa insentif, sehingga pemberian tax holiday dan tax allowance hingga 20 tahun dianggap tidak relevan.
Bhima menyarankan agar pemerintah lebih selektif dalam memberikan insentif pajak dan fokus pada industri padat karya yang membutuhkan dukungan lebih besar.
Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat mengkaji ulang kebijakan insentif pajak yang berlaku, sehingga lebih tepat sasaran dan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor-sektor yang membutuhkan stimulus lebih besar.
Selanjutnya: Menhub Berharap Penggabungan Angkasa Pura Tingkatkan Layanan Kebandarudaraan
Menarik Dibaca: Cara Mengatasi No Battery is Detected pada Laptop Tanpa Perlu Mengganti Baterai Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News