Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksi defisit anggaran akan melebar ke kisaran 2% - 2,2% dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir 2019.
Pelebaran defisit merupakan konsekuensi dari turunnya penerimaan negara akibat perlambatan aktivitas ekonomi domestik, serta kebijakan pemerintah mempertahankan alokasi belanja negara untuk menopang pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Baca Juga: Hingga September, pertumbuhan penerimaan pajak stagnan
Dengan perkiraan tersebut, defisit APBN 2019 diperhitungkan sekitar Rp 322,08 triliun sampai dengan Rp 354,29 triliun. Dapat dipastikan, shortfall penerimaan perpajakan akan lebih besar dari proyeksi pemerintah sebelumnya yang sekitar Rp 140 triliun.
Meski shortfall penerimaan perpajakan tahun ini tak terhindarkan dan membengkak, pemerintah belum berencana merevisi ke bawah target penerimaan perpajakan tahun 2020.
Dalam APBN 2020, penerimaan perpajakan dipatok sebesar Rp 1.861,8 triliun atau naik dari target penerimaan perpajakan tahun ini yang sebesar Rp 1.786,4 triliun.
Baca Juga: Akhirnya terbit, begini isi beleid PPnBM untuk kendaraan listrik
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Hidayat Amir menjelaskan, target penerimaan perpajakan yang ditetapkan pemerintah untuk tahun depan telah diperhitungkan berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan extra effort pada 2020.
Pertumbuhan ekonomi tahun depan ditargetkan 5,3%, tingkat inflasi sebesar 3,1%, dan extra effort sekitar 4% sehingga secara keseluruhan target pertumbuhan penerimaan perpajakan pada kisaran 12%-13%.
“Selain itu, saat ini pemerintah sedang mereformasi perpajakan, memperbaiki administrasi, dan mempermudah pelayanan pajak sehingga ekspektasinya tingkat kepatuhan (compliance) akan naik dan pengumpulan pajak pun meningkat,” tutur Amir saat dijumpai, Jumat (25/10).
Amir menilai, pemerintah tidak akan terburu-buru merevisi target dalam APBN 2020. Pasalnya, pemerintah masih akan melihat dan mengevaluasi efektivitas berbagai kebijakan yang telah dilakukan selama ini.
Baca Juga: Musim mencukur suku bunga masih berlanjut, seberapa ampuh dorong pertumbuhan ekonomi?
Sementara, Direktur Riset Centre of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah tak sepakat. Menurutnya, salah satu prioritas Kemenkeu di awal periode pemerintahan yang baru ini justru mengevaluasi target penerimaan perpajakan dalam APBN 2020 yang terlampau tinggi.
“Jadi ada inkonsistensi, antara ingin melakukan kebijakan fiskal ekspansif dengan memberi banyak stimulus dan insentif, tapi setting target perpajakan begitu besar,” kata Piter.
Dengan kondisi shortfall perpajakan yang diproyeksinya melampaui Rp 200 triliun tahun ini, Piter menilai pemerintah perlu merevisi ke bawah target penerimaan pajak serta memperlebar target defisit APBN 2020 di tengah kondisi ekonomi global dan nasional yang tertekan.
Baca Juga: Penurunan suku bunga BI akan berdampak pada jangka panjang
“Kalau target pajak masih setinggi itu, artinya ini membebani Ditjen Pajak untuk ’mengejar-ngejar’ penerimaan dari sumber wajib pajak yang bisa dipastikan itu-itu lagi. Dampaknya bisa negatif pada dunia usaha dan justru membuat mereka menahan produksi dan ekspansi,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News