Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Pemerintah menargetkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam RAPBN 2026 mencapai Rp 995,3 triliun.
Angka ini naik sekitar 11,7% dibandingkan outlook 2025.
Pertanyaanya, dengan kondisi tahun depan yang masih tertekan, apakah target tersebut realistis?
Data menunjukkan, realisasi PPN & PPnBM 2024 sebesar Rp828,5 triliun. Namun pada Semester I-2025, penerimaan justru terkontraksi 19,7% secara tahunan (yoy), hanya mencapai Rp267,27 triliun.
Tekanan ini terutama datang dari lonjakan restitusi pajak yang membuat baseline 2025 menjadi rendah.
Baca Juga: Target Pajak 2026 Dinilai Terlalu Tinggi, Risiko Pungutan Agresif Mengintai
Direktur Eksekutif IEF Research Institute Ariawan Rahmat menilai, target penerimaan PPN dan PPnBM pada tahun 2026 ditopang oleh tiga faktor utama.
Pertama adalah normalisasi restitusi. Menurutnya, jika restitusi kembali ke pola normal, maka penerimaan PPN neto otomatis akan rebound dari low base 2025.
"Jadi, ke depan pemerintah mungkin strateginya antara lain mengontrol mekanisme restitusi," kata Ariawan kepada Kontan.co.id, Senin (18/8).
Selain normalisasi restitusi, pemerintah juga bisa mengandalkan berakhirnya insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor properti pada akhir 2025.
Pasalnya, jika tidak diperpanjang, maka kebocoran penerimaan di segmen ini hilang dan basis PPN 2026 melebar.
Namun, jika pemerintah tetap memberikan PPN DTP untuk sektor properti pada tahun 2026, maka akan menekan penerimaan PPN.
Faktor terakhir adalah penguatan administrasi perpajakan melalui implementasi sistem inti perpajakan (Coretax)
Setelah fase go-live dan roll-out pada 2025, diharapkan pada 2026 menjadi masa stabilisasi dengan optimalisasi data matching e-Faktur, risk engine, hingga integrasi PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,4% dan inflasi 2,5% dalam RAPBN 2026, konsumsi diperkirakan tumbuh nominal 7–8% sebagai penopang utama PPN.
Secara komposisi, kontribusi PPN & PPnBM terhadap total penerimaan pajak relatif stabil di kisaran 42–43%. Artinya, kenaikan target lebih merefleksikan konsolidasi basis penerimaan ketimbang pergeseran struktur pajak ke konsumsi.
"Jadi meskipun cukup menantang, target ini masih bisa direalisasikan jika tiga prasyarat di atas terpenuhi (restitusi kembali ke pola normal, Coretax benar-benar stabil dan mengangkat kepatuhan (termasuk PMSE), insentif PPN-DTP tidak diperpanjang ke 2026," pungkasnya.
Baca Juga: Bapanas Pastikan Pasokan Beras Aman di Tengah Kelangkaan Beras Premium
Selanjutnya: Rupiah Diproyeksi Kembali Melemah Besok (19/8/2025)
Menarik Dibaca: BMKG Rilis Peringatan Dini Cuaca Besok (19/8), Hujan Sangat Lebat di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News