Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih meninjau kebutuhan dana untuk membiayai kekurangan dana sertifikasi 5 juta persil (bidang tanah). Namun, Kemkeu telah menyiapkan skenario pembiayaan sertifikat tanah tersebut tanpa harus menunggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).
Sebab, untuk membiayai sertifikasi 5 juta persil dibutuhkan dana sekitar Rp 2,8 triliun. Sejauh ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) baru memiliki dana Rp 1,4 triliun yang telah tersedia dalam APBN 2017.
Dana itu hanya cukup untuk membiayai sertifikasi 2 juta persil dengan kebutuhan mencapai Rp 1,1 triliun. Dengan demikian, Kementerian ATR kekurangan pembiayaan Rp 1,4 triliun lagi untuk 3 juta sertifikasi persil sisanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemkeu Askolani mengatakan, pembiayaan sertifikasi 5 juta persil tersebut bisa dilakukan melalui dana mendesak. Anggaran tersebut telah tersedia di APBN 2017 dan biasanya digunakan untuk keperluan-keperluan mendesak.
"Dari (anggaran) dana kebutuhan mendesak. Dari anggaran BUN (Bendahara Umum Negara) yang memang untuk kegiatan yang urgent-urgent," kata Askolani saat ditemui di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Senin (22/5).
Dalam APBN 2017, pemerintah memang memiliki anggaran cadangan risiko fiskal sebesar Rp 9,3 triliun. Anggaran tersebut bisa digunakan untuk mengantisipasi perubahan asumsi seperti harga dan lifting minyak, mengendalikan anggaran, atau antisipasi perubahan kebijakan.
Namun menurut Askolani, pihaknya masih melakukan peninjauan terhadap dana yang dibutuhkan. Sementara mekanisme penetapannya, tetap berada di tangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Angka pastinya nanti tunggu persetujuan Menkeu," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri ATR Sofyan Djalil mengatakan, program sertifikasi tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk dikerjakan. Menurutnya, ada beberapa tahap dalam program penerbitan sertifikat tanah yang akan dilakukan oleh kementerianya, yaitu pemetaan, pengukuran, pendaftaran, dan penerbitan sertifikat.
Oleh karena itu, pihaknya khawatir program sertifikasi tersebut molor jika kekurangan pembiayaan harus ditutup melalui mekanisme APBN-P 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News