kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serikat pekerja masih kukuh tolak omnibus law cipta kerja klaster ketenagakerjaan


Selasa, 06 Oktober 2020 / 21:02 WIB
Serikat pekerja masih kukuh tolak omnibus law cipta kerja klaster ketenagakerjaan
ILUSTRASI. Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak 'omnibus law' dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan dalam sidang Paripurna DPR yang digelar pada Senin 5 Oktober 2020 kemarin.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan bahwa secara garis besar pihaknya menolak adanya klaster ketenagakerjaan dilabelin sapu jagat tersebut.

"Kami garis besarnya menolak klaster itu karena apa yang kami perjuangkan selama masuk di tim tripartit hanya ditampung tapi tidak lengkap artinya parsial," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id pada Selasa (6/10).

Terdapat empat poin yang dirasa sangat memberatkan yaitu dan tidak diakomodir dari usulan para pekerja/buruh. Diantaranya mengembalikan upah minum ke peraturan sebelumnya, mengenai pekerja kontrak, oitsourching, dan pesangon.

Baca Juga: Menaker ajak serikat pekerja berdiskusi menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja

"Soal kontrak juga kami perjuangkan agar kembali ke peraturan lama tapi ternyata tidak lalu soal outsourcing alih daya kami minta hanya pada sektor tertentu, tapi ternyata dibuka seluas-luasnya hanya perlindungan ditambahi. lalu soal pesangon kami hanya kami bisa bilang ke masyarakat hanya 19 bulan gaji karena yang 6 itu kan dari pemerintah tapi kan uangnya dari mana itu belum pasti," jelas Elly.

Mengenai pesangon, dimana dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah, dengan rincian 19 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 6 kali upah ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Elly berpendapat bahwa masih belum jelasnya bagaimana aturan 6 kali upah yang akan ditanggung pemerintah nantinya.

"Pertanyaannya adalah dari mana uang itu yang 6 itu, apakah dari buruh, pengusaha atau pemerintah? kalau pemerintah dari anggaran belanja negara dan BPJS Jamsostek uang negara itu dari mana? ekonomi kita lagi seperti ini," ungkapnya.

Senada dengan Elly, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyebut terkait pesangon merupakan bagian yang diharapkan dari pekerja ketika dia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Terlebih kondisi saat ini dimana tidak mudah dalam mencari kerja.

Baca Juga: Omnibus law diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi, simak rekomendasi sahamnya

Pemerintah memang sudah menjamin dengan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) namun Timboel menyebut bantuannya JKP terdiri dari tiga jenis yaitu bantuan dana, job training, dan job service informasi.

"Apakah JKP dengan bantuan dana pekerja yang ter-PHK akan sama mendapatkan upah seperti dia belum di PHK? Belum juga. Gaji Rp 4,5 juta di Jakarta ketika di PHK belum tentu dapat JKP sama," kata Timboel.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×