Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima 68.057 laporan transaksi keuangan mencurigakan di tahun lalu.
Selain itu, PPATK juga menerima 2.738.598 laporan transaksi keuangan tunai, 6.829.607 laporan transaksi transfer dana dari/ke luar negeri, 32.239 laporan transaksi penyedian barang dan/atau jasa Lainnya, dan 917 laporan pembawaan uang tunai ke dalam/luar daerah kepabeanan Indonesia.
Laporan yang diterima PPATK akan menjadi modal utama dalam proses penyusunan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang didiseminasikan kepada aparat penegak hukum (Apgakum).
Baca Juga: Kapolri gandeng PPATK optimalkan penindakan pidana pencucian pidana uang
Guna melakukan peningkatan pemanfaatan LHA dan LHP dalam proses penegakan hukum dan optimalisasi penerimaan negara, PPATK terus bersinergi dan menjalin komitmen dengan pimpinan Apgakum seperti Kapolri, Jaksa Agung, Ketua KPK, Kepala BNN, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
"Sepanjang tahun 2020, PPATK telah menyampaikan 686 LHA dan 24 LHP kepada Apgakum, dan informasi kepada kementerian/lembaga terkait," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Rabu (24/3)..
LHA dan LHP yang disampaikan PPATK, serta asistensi penanganan perkara, kata Dian, telah membantu mengungkap kasus-kasus yang mencakup 26 tindak pidana asal (TPA) sesuai UU Nomor 8 Tahun 2010.
"Kasus korupsi pada BUMN asuransi yang melibatkan professional money launderer, kasus narkotika, kasus kejahatan siber dengan modus seperti business email compromise (BEC), kasus penipuan yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat, serta kasus pendanaan terorisme yang memanfaatkan non-profit organization adalah kasus-kasus yang ditangani oleh PPATK," jelas Dian.
Selain untuk membantu proses penegakan hukum, LHA dan LHP yang disampaikan pada tahun 2020 juga berkontribusi pada penerimaan negara sebesar Rp 1,5 triliun, dengan potensi penerimaan negara sebesar Rp 1,36 triliun.
Tak hanya itu, LHA dan LHP PPATK juga dimanfaatkan untuk melihat potensi omzet yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak senilai Rp 14,26 triliun.
PPATK juga berencana menggandeng pelaku industri teknologi financial untuk menjadi pihak pelapor baru. "Dan saat ini sudah ada di tangan presiden," kata Dian.
Selanjutnya: Cegah tindak pidana pencucian uang, PPATK perkuat sinergi dengan BPKP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News