Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Demi mengamankan pendanaan, pemerintah akan menerbitkan seluruh Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi valuta asing (Valas) pada Semester I-2015. Hal ini dilakukan guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya kenaikan suku bunga The Fed pada paruh kedua 2015 mendatang.
Pemerintah juga memastikan tidak memprioritaskan penerbitan SBN rupiah di awal tahun. "Front loading di 2015 terutama international bonds, sedangkan rupiah tidak," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan, Jumat (16/1).
Tahun ini, pemerintah menetapkan empat SBN valas sebagai basis pembiayaan utang, yakni global bond, euro bond, samurai bond, dan sukuk global. Selain akan mengutamakan penerbitan SBN valas di enam bulan pertama 2015, pemerintah pun bakal memperbesar porsi SBN Valas.
Jika di tahun-tahun sebelumnya, komposisi SBN Valas hanya 20%, pada tahun 2015 naik ke arah 25%. "Saat ini kami lebih fleksibel membagi komposisi ini, dan nanti dibahas di RAPBN-P," lanjut Robert.
Asal tahu saja, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, porsi penerbitan SBN menjadi Rp 308 triliun, naik Rp 31 triliun dari APBN 2015 yang hanya hanya Rp 277 triliun. Alhasil, penerbitan utang secara keseluruhan (gross) tahun ini menjadi Rp 460 triliun.
Nah, jika porsi SBN Valas dipatok di level 25% dari gross, maka nilainya setara dengan Rp 115 triliun. Di awal tahun ini, pemerintah sudah menerbitkan global bond berdenominasi dollar Amerika Serikat. Per Kamis (15/1), pemerintah berhasil mengantongi US$ 4 miliar dari hasil penawaran dua seri global bond.
Bahkan terjadi kelebihan penawaran mencapai US$ 19,3 miliar. Global bond kali ini terdiri dari dua tenor, masing-masing US$ 2 miliar. Pertama, memiliki tenor 10 tahun dengan yield 4,2% dan kedua, tenor 30 tahun dengan imbal hasil sebesar 5,2%. Kata Robert, permintaan global bond dengan tenor 10 tahun terbesar dari investor Amerika sebesar 48%. Dari Indonesia hanya 13%. Tenor 30 tahun pun dikuasai oleh investor Amerika, yakni 53%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News