Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Faisal menilai, selisih kurs rupiah tersebut akan mengerek penerimaan negara, khususnya penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan aktivitas antar negara. Misalnya pajak impor, bea masuk, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terkait perdagangan migas.
"Walaupun untuk pos penerimaan dalam negeri seperti PPh dan PPN pertumbuhannya relatif flat. Jadi, faktor windfall pendapatan APBN itu utamanya karena pelemahan nilai tukar dan faktor kenaikan harga minyak," kata Faisal.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede sepakat, penguatan harga minyak di tahun ini turut menguntungkan anggaran pemerintah. Meski tren tersebut mulai pudar di pengujung tahun ini dan berpotensi berlanjut hingga tahun depan.
"Harga minyak Brent dan WTI sudah di bawah US$ 50 per barel. Ini akan menjadi salah satu risiko APBN tahun depan, menarik ke bawah realisasi penerimaan negara sehingga tidak sebesar tahun ini," ujar Josua.
Sementara dari segi belanja, selisih kurs juga akan ikut mendorong realisasinya. Namun, Faisal menilai pertumbuhan belanja pemerintah tahun ini masih didominasi oleh belanja sosial terutama untuk bantuan sosial, serta pembayaran bunga utang yang cukup besar.
"Belanja modal yang berpengaruh banyak ke pertumbuhan ekonomi masih terbilang rendah," tukas Faisal. Per akhir November, serapan belanja modal pemerintah baru mencapai 62,9% dari target APBN.
Hingga akhir tahun, Faisal memproyeksi pergerakan rupiah masih berada di kisaran Rp 14.500-Rp 14.700 per dollar AS. Rentang ini tak berbeda jauh dengan posisi rupiah belakangan yang berarti rupiah masih cenderung stabil hingga akhir 2018.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri menaksir, kurs rupiah akan ditutup pada level Rp 14.635 per dollar AS akhir tahun. "Kalau secara rata-rata, kurs rupiah sekitar Rp 14.300 karena di awal tahun rupiah masih sempat di level Rp 13.000-an," kata Reny.
Reny menilai, sentimen eksternal maupun domestik yang menyelimuti rupiah menjelang penutup tahun semakin minim. Lantas, pergerakan rupiah ditaksir tak akan signifikan seiring dengan volume transaksi yang semakin berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News