Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat kembali memiliki kewenangan untuk memilih hakim konstitusi setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang MK.
Namun, DPR baru bisa melakukan seleksi calon hakim konstitusi setelah menerima surat pemberitahuan dari MK.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Priyo Budi Santoso dari Fraksi Partai Golkar, saat dihubungi pada Minggu (16/2).
”Dengan dibatalkannya Perppu MK ini, DPR punya kewenangan kembali untuk memilih hakim konstitusi tanpa harus melalui panel ahli,” katanya.
Saat ini, DPR tinggal menunggu surat pemberitahuan dari MK terkait dengan kebutuhan dua hakim konstitusi pengganti hakim konstitusi Harjono yang akan pensiun dan Akil Mochtar yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Sampai Jumat kemarin, kami belum menerima surat dari MK,” ujar Priyo.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Sarifudin Sudding, menambahkan, Komisi III akan langsung membuka pendaftaran calon hakim konstitusi begitu menerima surat pemberitahuan dari MK.
Diharapkan, MK segera mengirimkan surat pemberitahuan agar perekrutan dapat dimulai pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2013-2014 ini.
Libatkan tokoh dan pakar
Menurut Sudding, Fraksi Partai Hanura juga akan mengusulkan agar DPR untuk membentuk semacam panel ahli untuk melakukan seleksi calon hakim konstitusi.
Panel ahli tersebut beranggotakan para pakar, akademisi, dan juga tokoh masyarakat yang memiliki integritas.
Panel ahli itulah yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan para calon hakim konstitusi. Mereka pulalah yang memilih calon hakim konstitusi untuk diserahkan kepada DPR.
”Jadi, nanti prosesnya, setelah diseleksi panel ahli, nama-nama calon hakim konstitusi diserahkan ke DPR untuk dipilih Komisi III,” kata Sudding.
Pelibatan pakar, akademisi, dan tokoh masyarakat itu diperlukan agar pemilihan hakim konstitusi berjalan lebih transparan dan lebih akuntabel.
Selain itu, menurut Sudding, pembentukan panel ahli di internal DPR juga diperlukan untuk menghindari seleksi hakim konstitusi dari kepentingan politik tertentu.
Ditargetkan sebelum reses
Wakil Ketua Komisi III DPR Tjatur Sapto Edy sebelumnya mengatakan, pihaknya menargetkan bisa memilih hakim konstitusi pengganti Akil Mochtar dan Harjono sebelum masa reses yang dimulai awal Maret 2014.
Hal itu mengingat, tanpa hakim konstitusi pengganti, MK akan kesulitan menjalankan tugasnya karena jumlah hakim konstitusi hanya tersisa tujuh orang. Padahal, MK harus menangani sengketa pemilu.
Menurut Tjatur, sudah ada pihak-pihak yang mendaftarkan diri menjadi calon hakim konstitusi. Meski demikian, Tjatur tidak membuka identitas yang bersangkutan.
Revisi UU MK
Dalam kesempatan terpisah, peneliti Indonesia Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, mengingatkan, revisi UU MK juga penting dilakukan untuk ”penyelamatan” MK di masa depan.
”Inisiatifnya harus dari pemerintah dan DPR,” katanya.
Sementara itu, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Veri Junaidi berpandangan, koreksi terhadap MK perlu dilakukan melalui perubahan konstitusi meskipun perubahan konstitusi juga tidak mudah.
”Proses politiknya memakan energi yang luar biasa,” ujarnya.
Akan tetapi, Veri kembali mengingatkan, tanpa upaya kuat dari luar untuk mengoreksi MK, sulit mengharapkan MK untuk berubah lebih baik.
”Harapan terhadap MK tidak ada lagi. Para hakim konstitusi jelas bukan lagi negarawan, tetapi sudah bersikap seperti politisi,” kata Veri. (NTA/RYO/KOMPAS CETAK)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News