kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,74   -6,61   -0.71%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sektor Pertambangan dan Perkebunan Mendominasi Pelanggar Devisa Hasil Ekspor (DHE)


Selasa, 27 September 2022 / 22:33 WIB
Sektor Pertambangan dan Perkebunan Mendominasi Pelanggar Devisa Hasil Ekspor (DHE)
ILUSTRASI. Aturan Devisa Hasil Ekspor --- Aktivitas bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, K


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Bank Indonesia (BI) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahu membahu membawa devisa hasil ekspor (DHE) kembali ke Indonesia. Dalam hal ini, BI dan pemerintah mengenakan sanksi bagi eksportir yang tidak membawa pulang DHE tersebut ke Indonesia.

Meski sempat direlaksasi karena pandemi Covid-19, BI mengumumkan sanksi bagi eksportir yang tidak memarkir DHE sumber daya alam (SDA) maupun non SDA di perbankan dalam negeri, sudah berlaku lagi pada tahun 2022.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa sektor pertambangan dan sektor perkebunan paling mendominasi atau bandel yang tidak menempatkan DHE ke dalam negeri.

Baca Juga: Sanksi Devisa Hasil Ekspor Kembali Berlaku, Catat Ketentuan dan Tarif Sanksinya

"Ke empat sektor ada, sektor pertambangan dan perkebunan yang paling dominan," ujar Nirwala kepada Kontan.co.id, Selasa (27/9).

Asal tahu saja, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 744/KM.4/2020 tentang Penetapan Barang Ekspor Sumber Daya Alam dengan Kewajiban Memasukkan Devisa Hasil Ekspor ke Dalam Sistem Keuangan Indinesia terdapat 1.208 pos tarif ke dalam empat sektor.

Adapun rinciannya adalah 180 pos tarif sektor pertambangan, 472 pos tarif sektor perkebunan, 190 pos tarif sektor kehutanan dan 366 pos tarif sektor perikanan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani melaporkan, hingga kini sudah mengantongi Rp 6,4 miliar sanksi administratif dari ekportir yang tidak sesuai aturan.

"Pada tahap pertama, kami sudah mengenakan sanksi Rp 4,5 miliar dan pada tahap kedua sudah kami kenakan sanksi Rp 1,9 miliar," kata Askolani dalam Konferensi Pers APBN Kita September, Senin (26/9).

Baca Juga: Sanksi Devisa Hasil Ekspor Kembali Berlaku, Ditjen Bea Cukai Kantongi Rp 6,4 Miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×