Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejak awal tahun ini, pengusaha ritel mengeluh karena penjualan mereka mengalami penurunan. Bahkan, adanya momentum Ramadan dan Lebaran pada kuartal II tahun ini tidak berhasil mendongkrak daya beli masyarakat di sektor riil.
Namun, apakah benar bahwa daya beli masyarakat menurun?
Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menjelaskan, menurunnya daya beli masyarakat pada sektor riil belakangan ini seiring dengan maraknya pertumbuhan toko online atau e-commerce. "Sektor ritel memang menurun karena ada peralihan ke e-commerce," tuturnya.
Ia menilai, adanya disruption atau arus perubahan dari konvensional ke non-konvensional memengaruhi pola konsumsi masyarakat. Bisa jadi, pola belanja banyak orang beralih lewat online. Begitu pula dengan sistem penjualannya. Sehingga, tak perlu lagi ada toko fisik.
"Disruption ini juga merambah di sektor transportasi, seperti ojek online. Itu juga membuat orang menahan belanja alat transportasi, terutama motor," terang David.
Padahal, menurut David, perkembangan e-commerce punya pengaruh sekitar 2% terhadap total pertumbuhan konsumsi rumah tangga dari baseline. Dan konsumsi rumah tangga sendiri punya porsi paling besar untuk menyokong pertumbuhan ekonomi, yakni sekitar 56%.
Maka, David menyatakan pemerintah perlu berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan, terutama jika berkaitan dengan daya beli masyarakat. Pemerintah juga perlu mencari alternatif untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, di samping ekspor dan konsumsi masyarakat, dengan mendorong investasi dan mengatur lebih lanjut sektor e-commerce.
“Konsumsi masyarakat perlu stimulus, tapi di sisi lain, stimulus dari pemerintah juga terbatas. Kepercayaan masyarakat untuk belanja masih stagnan, terutama barang tahan lama, seperti mobil, motor, rumah dibanding periode yang sama tahun lalu," kata David.
Padahal, di sisi lain, pembelian barang tahan lama tersebut sebenarnya bisa mendorong konsumsi barang lainnya, misalnya alat rumah tangga, elektronik, dan sebagainya. Sedangkan, porsi penjualan barang tahan lama di sektor e-commerce masih sangat sedikit.
"Paling kebanyakan barang sandang, pangan, alat rumah tangga dan elektronik," tutur David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News