kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.890.000   -7.000   -0,37%
  • USD/IDR 16.280   10,00   0,06%
  • IDX 7.944   80,88   1,03%
  • KOMPAS100 1.121   13,02   1,18%
  • LQ45 827   11,72   1,44%
  • ISSI 268   1,95   0,73%
  • IDX30 428   6,26   1,48%
  • IDXHIDIV20 493   6,23   1,28%
  • IDX80 124   1,67   1,36%
  • IDXV30 131   1,54   1,20%
  • IDXQ30 138   1,86   1,36%

Sejumlah Risiko yang Timbul Akibat Penarikan Utang Jumbo Pemerintah pada 2026


Rabu, 20 Agustus 2025 / 19:48 WIB
Sejumlah Risiko yang Timbul Akibat Penarikan Utang Jumbo Pemerintah pada 2026
ILUSTRASI. Karyawan menghitung tumpukan uang dolar Amerika Serikat di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (19/7). Chief Economist Pefindo menilai rencana pemerintah menarik utang baru dalam jumlah besar lewat obligasi pada 2026 mengandung sejumlah risiko.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Chief Economist Pefindo Suhindarto menilai rencana pemerintah menarik utang baru dalam jumlah besar lewat obligasi pada 2026 mengandung sejumlah risiko yang perlu diperhatikan.

Dalam RAPBN 2026, pemerintah berencana menarik utang baru Rp 781,87 triliun, dengan Rp 749,19 triliun di antaranya lewat penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Jumlah ini mendekati level pandemi 2021 yang mencapai Rp 870,5 triliun.

Baca Juga: Ekonom Ungkap Risiko Penarikan Utang Jumbo Pemerintah Rp781,87 Triliun pada 2026

Screenshot 2025-08-20 180901.jpg
Dok Nota Keuangan RAPBN 2026

Menurut Suhindarto, tingginya penerbitan SBN tak hanya untuk membiayai belanja negara, tapi juga karena besarnya utang jatuh tempo pada 2026 yang mencapai Rp 802,65 triliun, lebih tinggi dibanding 2025 sebesar Rp 757 triliun.

Tren Utang Jatuh Tempo Pemerintah.jpg

Ia menilai ada beberapa aspek yang menentukan aman tidaknya penerbitan SBN. Pertama, defisit anggaran 2026 dipatok 2,48% dari Produk Domestik Bruto (PDB), masih di bawah batas UU sebesar 3%. 

Baca Juga: DPR Minta Direksi Baru PT KAI Sampaikan Roadmap dan Rencana Kerja Secepatnya

“Angka penerbitan tersebut masih wajar jika mempertimbangkan defisit anggaran yang ditargetkan tersebut,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (20/8).

Kedua, rasio utang terhadap PDB diperkirakan naik jadi 40,7%, lebih tinggi dari 2024 (40,2%). Meski masih lebih rendah dari rata-rata negara dengan peringkat BBB (57,2%), hal ini perlu diwaspadai karena kenaikan utang lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, dari sisi bunga utang. Menurutnya penerbitan surat utang yang tinggi di tahun depan akan meningkatkan beban bunga.




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×