Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desakan Pembenahan data masyarakat yang mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin menguat.
Hal itu terjadi karena banyak ditemukan kasus di daerah yang BLT BBM mereka gagal dicairkan karena Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak sesuai.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan, sejak awal dirinya mengkhawatirkan data DTKS tersebut, pasalnya data itu diambil awal covid-19, sementara orang menjadi miskin dan orang menjadi kaya bisa dalam hitungan detik.
“Jadi harusnya datanya diupdate, harusnya ada data real time atau minimal per tiga bulan diupdate,” Agus Pambagio dalam keterangannya akhir pekan lalu.
Baca Juga: BLT BBM 2022, Ini Dokumen yang Dibutuhkan dan Cara Mencairkannya di Kantor Pos
Agus menambahkan, tanggung jawab data DTKS tentunya ada di Kementerian Sosial (Kemensos) yang sudah jadi rahasia umum banyak data yang carut marut sehingga perlu segera dibenahi, pasalnya bila ada masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan pemerintah lalu tidak bisa mencairkan dana bantuan tersebut hanya permasalahan data yang tidak update, tentu sangat disayangkan.
“Uang senilai Rp150.000 per bulan bagi warga yang tidak mampu itu kan berharga sekali saat ini, kalau hanya karena data yang tidak update tentu sangat disayangkan, Menteri Sosial Bu Risma harus tahu ini dan bertanggung jawab serta segera dibenahi data penerima BLT-nya,” ungkap Agus.
Apalagi berdasarkan kajian yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia pada Desember 2021 lalu, ada 31.000 Aparatur Sipil Negara baik yang aktif maupun yang telah pensiun terdata menerima Bansos dari pemerintah. Hal ini menandakan data penerima bansos masih tidak valid dan proses pendataanya bermasalah.
Baca Juga: Cara Mencairkan BLT BBM di Kantor Pos dan Cek Penerima BLT BBM 2022
Kemensos pada saat itu menyebut bahwa kesemrawutan data penerima bansos dikarenakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi acuan penyaluran bansos belum dimutakhirkan sejak 2017. Problem lain, pemerintah kabupaten/kota juga tak disiplin dalam melakukan verifikasi dan validasi secara reguler.