Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Indikator ekonomi terbaru menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang mengalami tekanan serius.
Salah satu indikator utama adalah terjadinya deflasi pada Februari 2025, yang mencatat penurunan harga sebesar 0,1% secara tahunan. Ini merupakan tingkat deflasi tahunan terendah sejak Januari 2000 yang saat itu mencapai 1,1 persen.
Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko mengungkapkan, pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah indikator ekonomi yang menjadi isyarat daya beli masyarakat sedang melemah.
Penurunan harga yang terjadi pada Februari tersebut seiring dengan menurunnya indeks keyakinan konsumen pada Februari 2025, seperti dilaporkan Bank Indonesia (BI).
Baca Juga: Kepercayaan Investor Hingga Daya Beli yang Melemah Jadi Tantangan Ekonomi Indonesia
Hasil survei BI mengungkapkan, penurunan keyakinan konsumen tersebut, antara lain dipicu oleh persepsi masyarakat bahwa ketersediaan lapangan kerja dalam kondisi yang sulit.
“Anggapan itu membuat keyakinan konsumen terhadap penghasilannya ikut melemah,” tutur Christiantoko dalam keterangannya, Minggu (23/3).
Menurunnya keyakinan konsumen terhadap penghasilannya tersebut membuat mereka berusaha menahan belanja.
“Jadi jangan heran kalau para pedagang di Tanah Abang pun mulai banyak yang mengeluh sepinya pembeli,” katanya.
Barang-barang yang penjualannya mengalami penyusutan pada Januari 2025 jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, seperti terungkap dari survei penjualan eceran BI, antara lain produk pakaian, bahan bakar kendaraan, serta peralatan informasi dan komunikasi.
BI memperkirakan indeks penjualan riil mengalami kontraksi alias menyusut 0,5% secara tahunan pada Februari. Momentum Ramadan dan persiapan Idul Fitri diharapkan bisa mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, terutama belanja sandang dan bahan bakar kendaraan bermotor.
Melihat perkembangan tersebut, Christiantoko menegaskan sulitnya pemerintah membantah bahwa kondisi daya beli masyarakat sedang menurun. Bahkan masyarakat sendiri tidak begitu yakin dengan penghasilannya, seperti tergambar dari survei keyakinan konsumen BI.
Peringatan tegas juga sudah diperlihatkan melalui penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ini jenis pajak yang dibebankan kepada konsumen pada setiap pembelian barang dan/atau jasa.
Menurut data kinerja sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dipublikasikan pemerintah, penerimaan PPN pada Januari 2025 merupakan yang terendah dalam 12 tahun terakhir. Pemerintah hanya menerima sekitar Rp 24,6 triliun, terendah sejak Januari 2014.
“Jadi kalau dilihat penerimaan PPN per Januari setiap tahun, tahun 2025 ini yang terburuk. Jenis pajak tersebut merupakan gambaran yang memberikan sinyal menurunnya daya beli masyarakat,” ungkap Christiantoko.
Dia menyarankan, ketimbang pemerintah sibuk berdalih misalnya dengan mengatakan kondisi ekonomi masyarakat baik-baik saja, lebih pantas bagi pemerintah untuk segera mencari solusi sebelum kondisinya justru makin buruk. Apalagi di tengah pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belum ada jeda.
Sinyal penurunan daya beli masyarakat yang tampak nyata tersebut, Christiantoko menegaskan, jangan dianggap remeh. Bukan apa-apa, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini mencapai 54%. Jadi kalau kondisi keuangan masyarakat memburuk, perekonomian nasional akan terkena getahnya.
Apalagi, lanjutnya, pelemahan daya beli ini juga dialami oleh kelas menengah. Indikasinya bisa dilihat dari penjualan kendaraan bermotor yang pada Januari-Februari 2025 menyusut hingga 10% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
“Itu penjualan di tingkat ritel, dari dieler ke konsumen langsung. Sementara dari pabrik ke dieler, penurunannya sekitar 4,5%,” katanya.
Dalam pandangan Christiantoko, pemerintah sebaiknya menyiapkan mitigasi, khususnya untuk menghadapi kondisi setelah lebaran. Misalnya, dengan menjaga stabilitas harga jangan sampai ada kenaikan.
Hal ini bisa dilakukan dengan menciptakan alur logistik yang lancar serta menjamin tidak adanya pungutan-pungutan yang berpotensi memberikan dampak pada kenaikan harga barang maupun jasa.
“Jangan sampai lupa juga penyaluran bansos yang memang sudah dianggarkan. Program ini penting untuk menjadi stimulus konsumsi rumah tangga,” tegasnya.
Baca Juga: Sejumlah BPD Catatkan Pertumbuhan Kredit per Januari 2025 Meski Daya Beli Melemah
Selanjutnya: Perkara Temuan Beras 5 Kg Disunat, Mendag Imbau Warga Segera Laporkan Kecurangan
Menarik Dibaca: Hujan Masih Turun di Daerah Ini, Cek Prediksi Cuaca Besok (24/3) di Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News