Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya penagihan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) disebabkan berakhirnya perkara pidana kasus tersebut. Keputusan Mahkamah Agung menjadi dasar pemerintah untuk menyelesaikan perkara perdata dari kasus BLBI. Sebelumnya Mahkamah Agung menyatakan tak ada perkara pidana dalam kasus BLBI.
Keputusan tersebut pun dipertegas dengan menolak peninjauan kembali yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hingga akhirnya KPK menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut.
"Bagi pemerintah kebijakan BLBI tahun 1998 itu sudah selesai, sudah dianggap benar meskipun negara rugi karena waktu itu situasinya menghendaki itu," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dalam keterangan resmi, Senin (12/4).
Mahfud menyebut total aset yang akan ditagih terkait BLBI mencapai lebih dari Rp 109 triliun. Hal itu telah dihitung bersama dengan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. "Sudah pidananya tidak ada kata MA l, kita kembali ke perdata, kita tagih sekarang," terang Mahfud.
Baca Juga: Data BPPN dinilai bisa jadi rujukan untuk menagih piutang BLBI
Meski begitu, Mahfud menyebut pemerintah masih menghitung total nilai yangvdapat ditagih. Pasalnya sebelumnya telah terdapat sejumlah jaminan dalam BLBI.
Sejumlah jaminan pun akan dihitung kembali terkait perubahan nilai. Pasalnya banyak jaminan tersebut yang berbentuk sertifikat bangunan yang telah berubah nilai.
Mahfud menjamin nantinya Satgas yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2021 itu akan bekerja secara transparan. Perkembangan jumlah tagihan yang dapat diambil negara akan diumumkan. "Akan ada panggilan-panggilan, akan diumumkan uangnya berapa yang bisa langsung dieksekusi itu seberapa besar begitu," ungkap dia.
Baca Juga: Mahfud MD jelaskan alasan Jokowi bentuk Satgas penanganan hak tagih BLBI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News